Kamis, 29 Juli 2010

Adityawarman

Daftar Isi:

Adityawarman merupakan pelanjut dari Dinasti Mauli penguasa pada Kerajaan Melayu yang sebelumnya beribukota di Dharmasraya, dan dari manuskrip pengukuhannya ia menjadi penguasa di Malayapura atauKanakamedini pada tahun 1347 dengan gelar Maharajadiraja Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa[1], dan dikemudian hari ibukota dari kerajaan ini pindah ke daerah pedalaman (Minang).

1. Asal-Usul

Berdasarkan Prasasti Kuburajo[2], Adityawarman adalah putra dari Adwayawarman. Sedangkan dari Prasasti Bukit Gombak dikatakan bahwa Adityawarman adalah putra dari Adwayadwaja[3]. Nama ayahnya ini mirip dengan nama salah seorang pejabat penting Kerajaan Singhasari (Rakryān Mahāmantri Dyah Adwayabrahma) yang pada tahun 1286 mengantar Arca Amoghapasa untuk dipahatkan di Dharmasraya sebagai hadiah dariKertanagara raja Singhasari kepada Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu.

Adityawarman dalam Pararaton[4] dan Kidung Panji Wijayakrama disebut dengan nama Tuhanku Janakayang bergelar Mantrolot Warmadewa. Ibunya bernama Dara Jingga putri Kerajaan Melayu di Dharmasraya. Dara Jingga bersama adiknya Dara Petak ikut bersama tim ekspedisi Pamalayu yang kembali ke Jawa pada tahun1293. Ahli waris Kertanagara yang bernama Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai permaisuri dan bahwa Dara Jingga sira alaki dewa, yaitu bersuamikan kepada seorang “dewa” (bangsawan).

Pendapat lain mengatakan bahwa Adityawarman juga merupakan anak dari Raden Wijaya, yang berarti Raden Wijaya bukan hanya memperistri Dara Petak melainkan juga Dara Jingga. Penafsiran ini mungkin karena dalamNagarakretagama disebutkan Raden Wijaya telah memperistri ke-empat putri Kertanagara[5].

Muhammad Yamin berpendapat bahwa Adityawarman lahir di Siguntur (Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat sekarang). Ketika muda ia berangkat pergi ke Majapahit, karena ayah atau ibunya mempunyai perhubungan darah dengan permaisuri raja Majapahit pertama, Kertarajasa Jayawardana. Adityawarman dianggap saudara dari Raja Jayanegara yang tidak memiliki putra. Oleh karena itu, menurut adat Adityawarmanlah yang paling dekat untuk pengganti mahkota.[6]

2. Peran di Majapahit

Adityawarman dilahirkan dan dibesarkan di Majapahit[7][8] pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1294-1309). Menurut Pararaton, raja kedua Majapahit, yaitu Jayanagara, adalah putra Raden Wijaya yang lahir dariDara Petak. Dengan demikian, hubungan antara Adityawarman dengan Jayanagara adalah saudara sepupu sesama cucu raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya. Dari versi lain, mereka disebutkan juga saudara seayah sesama anak Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardana[9].

Dengan hubungan kekeluargaan yang begitu dekat, maka ketika Jayanagara menjadi raja, Adityawarman dikirim sebagai duta besar Majapahit untuk Cina selama dua kali yaitu pada tahun 1325 dan 1332. Dalam kronik Dinasti Yuan ia disebut dengan nama Sengk'ia-lie-yu-lan[8]. Pengiriman utusan ini menunjukkan adanya usaha perdamaian antara Majapahit dengan bangsa Mongol, setelah terjadinya perselisihan dan peperangan pada masa Singhasari dan zaman Raden Wijaya.

Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (adik Jayanagara), Adityawarman diangkat sebagaiWreddhamantri, atau perdana menteri. Hal ini tersebut pada Prasasti Manjusri tahun 1343 yang menyatakan bahwa, Adityawarman selaku wreddhamantri menempatkan arca Mañjuçrī (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha (Candi Jago) di bhumi jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya[10][11][12]. Dan sebelumnya namanya juga tercatat dalam prasasti Blitar yang bertarikh 1330 sebagai Sang Arya Dewaraja Mpu Aditya. Dari Piagam Bendasari terdapat istilahtanda rakryan makabehan yang menyatakan urutan jabatan di Majapahit setelah raja, dimana disebutkan secara berurutan dimulai dengan dengan jabatan wreddamantri sang aryya dewaraja empu Aditya, sang aryya dhiraraja empu Narayana, rake mapatih ring Majapahit empu Gajah Mada, dan seterusnya[13]. Jadi dengan demikian jelas terlihat kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi di Majapahit melebihi kedudukan dari Gajah Mada pada waktu itu.

3. Kontroversi mengenai Adityawarman

3. 1. Identifikasi dengan Arya Damar

Arya Damar adalah tokoh dalam Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan sebagai bupati Palembangyang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343 disini diceritakan bahwa Arya Damar ini berasal dari Kediri[14]. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman.[9]

3. 2. Identifikasi dengan Akarendrawarman

Berdasarkan analisis sumber primer sejarah nasional Indonesia, Profesor Uli Kozok[15][16] meragukan kalau Adityawarman adalah putra langsung dari Dara Jingga tapi memang keturunan dari Dara Petak yaitu keturunan yang kedua, sebab kalau dikatakan bahwa Dara Jingga adalah ibu dari Adityawarman maka usia Adityawarman ketika ia naik tahta adalah sekitar 50-an dan itu umur yang cukup tua baginya untuk membangun sebuah kerajaan yang kuat dan besar. Selanjutnya Uli Kozok meyakini bahwa yang dimaksud putra Dara Jingga tersebut adalahAkarendrawarman.

4. Berita dari Cina

Sementara itu dari catatan Dinasti Ming (1368-1644) menyebut di San-fo-tsi (Sumatera) terdapat tiga orang raja. Mereka adalah Sengk'ia-li-yu-lan (alias Adityawarman), Ma-ha-na-po-lin-pang (Maharaja Palembang), danMa-na-cha-wu-li (Maharaja Dharmasraya). Dan sebelumnya pada masa Dinasti Yuan (1271-1368), Adityawarman juga pernah dikirim oleh Jayanegara sebanyak dua kali sebagai duta ke Cina, dan tentu saja dengan nama yang sama pada masa Dinasti Ming masih dirujuk kepada Adityawarman, yang kemudian kembali mengirimkan utusan sebanyak 6 kali pada rentang tahun 1371 sampai 1377[17]. Dan kemudian dari berita ini dapat dikaitkan dengan penemuan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman, dimana pada naskah tersebut ada menyebutkan tentang Maharaja Dharmasraya. Jika dikaitkan dengan piagam yang dipahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, jelas Adityawarman bergelarMaharajadiraja, dan membawahi Dharmasraya dan Palembang[18]. Selanjutnya dengan melihat gelar yang disandang oleh Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya,Mauli merujuk garis keturunannya kepada Dinasti Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang oleh salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini tentu sengaja dilakukannya untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa yang ada di bhumi malayu, sesuai dengan manuskrip pengukuhannya sebagaiMaharajadiraja, bahwa Adityawarman menyebutkan dirinya sebagai pelindung persatuan dan menentang perpecahan dalam kerajaannya.

5. Pindah ke Bhumi Malayu

Pada tahun 1339 Adityawarman dikirim sebagai uparaja atau raja bawahan Majapahit untuk wilayahSwarnnabhumi nama lain pulau Sumatera[8]. Selanjutnya, Adityawarman pun menjalankan misi penaklukkan Sumatera bagian utara yang saat itu dikuasai oleh Indrawarman raja Kerajaan Silo, dimana Indrawarman adalah bekas tentara Singhasari yang menolak kedaulatan Majapahit dan memilih mendirikan kerajaan sendiri di daerahSimalungun.

Kemudian pada tahun 1347, Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura sebagai kelanjutan kerajaan Melayu sebelumnya, sebagaimana seperti yang terpahat pada bagian belakang Arca Amoghapasa[1]. Dan dari Prasasti Kuburajo di Limo Kaum yang beraksara sansekerta diterjemahkan berarti "dikeluarkan oleh Adityawarman, yang merupakan putra dari Adwayawarman dari keluarga Indra. Dinyatakan juga bahwa Adityawarman menjadi raja di Kanakamedini (Swarnnadwipa).

Dan yang menarik dari Prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi[19], yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamananakan(keponakan) telah terjadi pada masa tersebut[18]. Selain itu juga terlihat kepedulian Adityawarman untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakatnya dengan tidak bergantung kepada hasil hutan dan tambang saja.

Ada pendapat yang mengatakan kenapa Adityawarman tidak bertahta di Dharmasraya karena dia tidak memiliki hak atas kerajaan Dharmasraya tidak dapat dibuktikan, karena dari sisi ibunya Dara Jingga adalah salah seorang putri dari Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa raja Melayu seperti yang tercatat pada Pararaton dan lagi pula dari manuskrip pada bagian belakang Arca Amoghapasa tersebut, Adityawarman jelas menyatakan dirinya sebagai raja dari bangsa Mauli serta memulihkan keadaan sebelumnya[20], Arca ini sebelumnya merupakan hadiah dari Kertanagara dan ditempatkan pada Candi Padang, sebagaimana tersebut dalam Prasasti Padang Roco[21].

Kemungkinan yang menyebabkan Adityawarman untuk memindahkan pusat kerajaannya lebih ke dalam yaitu daerah pedalaman (Pagaruyung atau Suruaso) adalah sebagai salah satu strategi untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kerajaan Majapahit, yang pada masa itu lagi gencarnya melakukan penaklukan perluasan wilayah dibawah Mahapatih Gajah Mada. Sementara itu dari gelar yang disandang oleh Adityawarman jelas menunjukan kesetaraan gelar dengan gelar raja di Majapahit, sehingga hal ini dapat menunjukan bahwa Adityawarman lepas dari pengaruh kerajaan Majapahit, dan juga dari beberapa prasasti yang telah ditemukan belum satu pun yang menunjukan keterkaitannya dengan bhumi jawa[17]. Namun ada juga pendapat lain berasumsi bahwa Adityawarman pindah ke daerah pedalaman untuk dapat langsung mengontrol sumber emas yang terdapat pada kawasan Bukit Barisan tersebut[22].

Walaupun memerintah dari kawasan pedalaman namun hubungan perdagangan dengan pihak luar tetap terjaga, hal ini terlihat dari catatan Cina yang menyebutkan, Adityawarman pernah mengirimkan utusan sebanyak 6 kali. Selain itu salah satu dari prasasti yang ditemukan di Suruaso juga terdapat prasasti yang beraksara Nagari(Tamil), jadi pengaruh India selatan pun telah sampai ke ranah Minang.

Setelah Adityawarman meninggal dunia, ia digantikan oleh putranya yang bernama Ananggawarman, sebagaimana tersebut dalam Prasasti Batusangkar yang bertarikh 1375, yang menyebutkan Adiytawarman dan putranya Ananggawarman melakukan upacara hewajra, dalam ritual tersebut Adityawarman diibaratkan telah menuju kepada tingkat ksetrajna.

Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit waktu itu membiarkan saja pemberontakan tersebut, namun begituWikramawardhana naik tahta sebagai penganti Hayam Wuruk, mulai mengirimkan pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut pada tahun 1409[8] dan 1411, pertempuran kedua pasukan terjadi di Padang Sibusuk, (hulu sungai Batang Hari), dimana kedua-dua serangan pasukan kerajayaan Majapahit dapat dipukul mundur. Namun akibat dari serangan tersebut, pengaruh kerajaan ini terhadap daerah jajahannya melemah, dimana daerah-daerah jajahan seperti Siak, Kampar dan Indragiri melepaskan diri dan kemudian daerah-daerah ini ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh [23], dan kemudian hari menjadi negara-negara merdeka.

6. Pemerintahan Malayapura

Setelah memindahkan pusat pemerintahan ke daerah pedalaman Minang, Adityawarman menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di Majapahit[24] pada masa itu dan menyesuaikannya dengan karakter dan struktur kekuasaan kerajaan Dharmasraya dan Sriwijaya yang pernah ada pada masyarakat setempat. Dimana ibukota diperintah secara langsung oleh Raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh Datuk setempat[25].

Perbandingan sistem pemerintahan di Majapahit dengan sistem pemerintahan Adityawarman:

Sistem Pemerintahan MajapahitSistem Pemerintahan Malayapura
Mahamantri Katrini (Tiga Mahamentri)
  1. Mahamantri Hino
  2. Mahamantri Sirikan
  3. Mahamantri Halu
Rajo Tigo Selo (Tiga Raja Bersama)
  1. Rajo Alam
  2. Rajo Adat
  3. Rajo Ibadat
Catur Rakryan (Empat Penguasa)
  1. Rakryan Demung
  2. Rakryan Kanuruhun
  3. Rakryan Rangga
  4. Rakryan Temenggung
Basa Ampek Balai (Empat Menteri Utama)
  1. Bandaro
  2. Makhudum
  3. Indomo
  4. Tuan Gadang
Dua Dharmadhyaksa Tujuh Upapati

Tujuh Upapati:

  1. Pamegat Tirwan
  2. Pamegat Manghuri
  3. Pamegat Kandamuhi
  4. Pamegat Pamwatan
  5. Pamegat Jambi
  6. Pamegat Kandangan Tuha
  7. Pamegat Kandangan Rare
Rajo Duo Selo Langgam nan Tujuah

Langgam nan Tujuah

  1. Pamuncak Koto Piliang
  2. Perdamaian Koto Piliang
  3. Pasak Kungkuang Koto Piliang
  4. Harimau Campo Koto Piliang
  5. Camin Taruih Koto Piliang
  6. Cumati Koto Piliang
  7. Gajah Tongga Koto Piliang
Panca ri Wilatikta (Lima orang kepercayaan)
  1. Rakryan Mapatih (Gajah Mada)
  2. Rakryan Demung
  3. Rakryan Kanuruhun
  4. Rakryan Rangga
  5. Rakryan Temenggung
Basa Ampek Balai + Tuan Kadhi (?)
MancanagaraRantau

7. Agama

Adityawarman diperkirakan penganut yang taat dari Vajrayana yang merupakan suatu aliran agama Buddha dan juga mengikuti Ajaran Siwa-Buddha, sebagaimana yang banyak dianut oleh para bangsawan Singhasari dan Majapahit. Dan Adityawarman memperlambangkan dirinya dalam arca Amoghapasa.

Selama masa pemerintahannya di pedalaman Minangkabau, Adityawarman banyak meninggalkan prasasti-prasasti namun belum semuanya dapat diterjemahkan, selain itu beberapa pengaruh Adityawarman yang sampai sekarang masih dapat ditelusuri diantaranya penamaan biaro (bahasa Minang, artinya biara atau vihara) sampai sekarang masih menjadi nama sebuah nagari yaitu Biaro Gadang di kabupaten Agam dan selain itu namaParhyangan (semacam tempat pemujaan), yang kemudian berubah tutur menjadi nama nagari Pariangan dikabupaten Tanah Datar.

8. Penghormatan

Sebagai salah seorang tokoh utama dalam sejarah Melayu, nama Adityawarman sangat dikenal bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Sebagai salah satu bentuk penghormatan baginya adalah, dengan mengabadikan namanya pada sebuah museum yang bernama Museum Adityawarman di kota Padang[26]. Selain itu dibeberapa daerah namanya juga diabadikan untuk nama jalan.

9. Silsilah Adityawarman

Di bawah ini adalah silsilah Adityawarman.




















Tribhuwanaraja
Maharaja Dharmasraya



































































































Raden Wijaya
Pendiri
Majapahit





Dara Petak
Akarendrawarman
Dara Jingga




Adwayawarman

























Jayanagara
Raja ke-2
Majapahit













Adityawarman
Maharajadiraja
Malayapura








































































Ananggawarman
Raja ke-2
Malayapura







10. Referensi

  1. ^ Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.
  2. Kern, J.H.C., (1913), Grafsteenopschrift van Koeboer Radja, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlands-Indië, p. 401-404.
  3. Djafar, Hasan, (1992), Prasasti-Prasasti Masa Kerajaan Melayu Kuno dan Permasalahannya, Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi.
  4. Mangkudimedja, R.M., (1979), Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta, Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.
  5. Muljana, Slamet, (2006), Tafsir Sejarah Nagarakretagama, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-25-5254-5.
  6. Yamin, Muhammad. Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara. Djakarta: Balai Pustaka. hlm. 39.
  7. Hardjowardojo, R. Pitono, (1966), Adityawarman, Sebuah Studi tentang Tokoh Nasional dari Abad XIV, Djakarta: Bhratara.
  8. ^ Slamet Muljana, (2005), Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKiS, ISBN 979-98451-16-3
  9. ^ Berg, C.C., (1985), Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara.
  10. Brandes, J.L.A., (1904), Beschrijving van de ruïne bij de desa Toempang, genaamd Tjandi Djago in de Residentie Pasoeroean. 's-Gravenhage-Batavia, Nijhoff/Albrecht.
  11. Bosch, F.D.K., (1921), De inscriptie op het Mansjuri-beeld van 1265 Caka, Bijdragen tot de Taal-, Land en Volkenkunde. 77: 194-201.
  12. Kozok, Uli, Reijn, Eric van, Adityawarman: three incriptions of the Sumatran king of all supreme kings, Indonesia and the Malay World, Vol. 38, Issue 110 March 2010, pp 135 - 158, ISSN: 1469-8382 (electronic) 1363-9811 (paper), doi: 10.1080/13639811003665488 (Jurnal berbayar)
  13. Al-Fayyadl, Muhammad, & Muljana, Slamet, (2005), Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-8451-35-X.
  14. Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan, Denpasar: Upada Sastra.
  15. www.mediaindonesia.com Asal Usul Raja Adityawarman (diakses pada 11 Juli 2010)
  16. us.detiknews.com Sejarah Adityawarman (diakses pada 11 Juli 2010)
  17. ^ Casparis, J. G. de., (1992), Kerajaan Malayu dan Adityawarman, Seminar Sejarah Malayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi, hlm. 235-256.
  18. ^ Kozok, Uli, (2006), Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.
  19. Casparis, J.G., (1990), An ancient garden in West Sumatra, Kalpataru, 40-49.
  20. Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.
  21. Muljana, Slamet, (1981), Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu.
  22. Miksic, John., (1985), Traditional Sumatran Trade, Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient.
  23. Cheah Boon Kheng, Abdul Rahman Haji Ismail, (1998), Sejarah Melayu, the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society.
  24. A Dt. Batuah & A Dt. Madjoindo, (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka.
  25. Muljana, Slamet, (2006), Sriwijaya, Yogyakarta: LKIS, ISBN 979-8451-62-7.
  26. wisatamelayu.com Museum Adityawarman (diakses pada 11 Juli 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous