Sabtu, 17 Juli 2010

P H A N T H E I S M E

[ F A H A M P E N Y E M B A H S E G A L A ]

Perkataan Tuhan ada di mana-mana nampaknya begitu lekat dengan kebanyakan kaum muslimin sekarang ini dan begitu gampang diucapkan tan-pa berfikir panjang tentang makna dan akibat dari perkataan tersebut. Seti- dak-tidaknya ucapan tersebut bertentangan dengan firman Alloh ta’ala :
“ Tuhan Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy “. [ Qs. Thoha : 5 ]
Perkataan Tuhan ada di mana-mana adalah salah satu konsekuensi da ri faham Wihdatul-Wujud atau Phantheisme yang merupakan pengembangan dari faham Hulul dan filsafat Ibnu Sina. Pencetus faham kafir ini adalah Ibnu ‘Arobi penulis kitab Al-Futuhat dan Al-Fushush.
Dalam faham Wihdatul-Wujud disebutkan bahwa segala sesuatu me-miliki dua sisi, yaitu Al-Kholq yang merupakan aspek lahiriyah yang memiliki sifat kemanusiaan ( Nasut ) dan Al-Haqq yang merupakan aspek bathiniyah yang memiliki sifat ketuhanan ( Lahut ). Walau pun demikian aspek yang ter-penting adalah aspek bathinnya, yaitu al-Haq ( ketuhanan ) yang ini merupa-kan hakekat dari semua yang wujud.
Menurut Ibnu ‘Arobi, alam ini diciptakan Alloh dari ‘ain wujud-Nya, sehingga pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara Dia dengan makhluq-Nya. Dalam Risalah Ahadiyah Ibnu ‘Arobi berkata : “ Dia mengetahui diri-Nya dengan diri-Nya sendiri, selain Dia tidak dapat menguasai-Nya…… Nabi-Nya a dalah diri-Nya sendiri, Rosul-Nya adalah diri-Nya sendiri, Firman-Nya adalah Dia, kata-kata-Nya adalah Dia. Dia mengirimkan firman-firman-Nya sebagai wujud-Nya dengan diri-Nya sendiri, dari diri-Nya sendiri, untuk diri-Nya sen-diri, tanpa perantara atau sebab selain diri-Nya sendiri.”
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Adnan Oktar yang lebih popu-ler dengan nama Harun Yahya. Dalam VCD Rahasia di Balik Materi, dia berka ta: “Semua yang kita lihat, kita sentuh, kita dengar dan kita rasakan sebagai ma teri, dunia atau alam semesta hanyalah sinyal-sinyal listrik dalam otak kita……. Jika segala peristiwa yang kita ketahui terjadi di alam materi pada kenyataan-nya adalah sekedar penampakan, lalu bagaimana dengan otak kita sendiri ? Oleh karena otak kita adalah materi sebagaimana lengan kita, kaki atau ben- da lain, ia mestinya juga sekedar penampakan sebagaimana semua benda lain- nya …… Di segala penjuru jagad raya yang terbentuk oleh beragam penampa- kan adalah Wujud Alloh sebagai wujud nyata satu-satunya.”
Pendapat serupa dikatakan pula oleh Sayyid Quthb dalam Fi Zhilalil-Qur’an ketika menafsirkan Surat Al-Ikhlas, yaitu memaknakan Al-Ahad de-ngan faham kesatuan wujud, yaitu Alloh adalah wujud nyata satu-satunya di jagad raya ini.
Apa konsekuensi dari faham kesatuan wujud atau Pantheisme ini ? Bi-la segala sesuatu yang wujud ini hakekat wujud sebenarnya adalah Alloh, ma-ka pemahaman Pantheisme ini menjadikan para penganutnya sebagai penyem bah segala sesuatu. Bahkan ketika melihat penyembah berhala, mereka berka-ta bahwa para penyembah berhala itu tidaklah menyembah kecuali kepada Alloh, karena berhala yang mereka sembah itu hakekat sebenarnya adalah Alloh. Para penganut faham Wihdatul-Wujud ini tidaklah mengkafirkan ka-um musyrikin karena penyembahannya kepada berhala, tidak pula mengkafir kan umat Nashrani karena menyembah ‘Isa ‘alaihis-salaam, tidak juga mengka firkan umat Yahudi karena menyembah ‘Uzair, tetapi mereka mengkafirkan- nya karena kaum musyrikin membatasi penyembahan kepada beberapa ben- tuk berhala saja, begitu pula orang-orang Nashrani dikafirkan karena memba-tasi penyembahannya kepada ‘Isa ‘alaihis-salaam saja, dan seandainya kaum musyrikin, Yahudi dan Nashrani menyembah semua benda dan segala sesuatu barulah dikatakan tidak kafir menurut penganut faham Pantheisme ini.
Bahkan tidak sekedar itu. Ibnu Taimiyyah rohimahulloh mengutip sua-
tu dialog antara At-Tilmisani yang merupakan salah satu tokoh Wihdatul-Wu jud dengan orang-orang setelah pembacaan kitab Al-Fushushnya Ibnu ‘Arobi :
Orang-orang berkata kepadanya : “Sesungguhnya Al-Qur’an menyelisihi pen- dapat kalian !”
At-Tilmisani menjawab : “Al-Qur’an itu semuanya syirik ! Tauhid itu hanya ada pada perkataan kami.”
Lalu ia ditanya : “Bila memang wujud itu hanya satu, kenapa isteri boleh disetu buhi, sedangkan saudari perempuan tidak boleh ?”
At-Tilmisani menjawab : “Semuanya menurut kami boleh saja !”
Lihatlah akibat dari faham sesat dan kafir Pantheisme ini ? Tidak ada perbeda-an antara zina dengan nikah, antara mengambil dengan benar dengan mencuri, antara membunuh dengan dibunuh dan sebagainya ! Apakah ini ajaran yang dapat diterima oleh akal yang sehat ?!!
Sebenarnya tujuan utama dari pengajaran faham Wihdatul-Wujud ini adalah hendak menafikan adanya Sang Pencipta. Karena bila tidak ada perbe daan antara Pencipta dengan ciptaan-Nya, maka siapa menciptakan siapa ?! Kemudian siapa menyembah siapa ?!
Beberapa penganut faham Wihdatul-Wujud ini, seperti Ibnu Sab’in membagi manusia menjadi tiga tingkatan :
Tingkatan pertama yang meruapakan tingkatan terendah adalah hamba yang bersaksi akan adanya keta’atan dan kemaksiatan.
Tingkatan kedua, yaitu hamba yang bersaksi adanya keta’atan dan tidak ada-nya kemaksiatan. Hamba pada tingkatan ini berkata : “Kami mengkafiri Tuhan yang bisa didurhakai !” Sehingga orang-orang pada tingkatan kedua ini meng-anggap bahwa semua kejadian di alam ini adalah keta’atan kepada Alloh, seka lipun itu adalah perbuatan dosa. Karena mereka menganggap bahwa dosa yang dilakukan hamba telah dikehendaki oleh Alloh, sehingga hamba hanya sekedar ta’at menjalani perbuatan dosa tersebut. Inilah faham sesat Jabariyyah.
Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan paling sempurna –menurut Ibnu Sab’in – yai-tu hamba yang bersaksi tidak ada keta’atan dan tidak ada kemaksiatan. Inilah orang-orang yang menganut faham Wihdatul-Wujud. Mereka mengatakan demikian karena bila semua wujud ini hakekatnya adalah satu, lalu siapa men-ta’ati siapa ?! dan siapa mendurhakai siapa ?!
Perhatikanlah, betapa rusaknya pemahaman Wihdatul-Wujud ini !
Para penganut faham Pantheisme ini berupaya mencari pembenaran fa ham sesat dan kafirnya dengan beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya :
“ Dia bersama kalian di mana pun kalian berada.” [ Qs. Al-Hadid : 4 ]
“ Dia bersama mereka di mana pun mereka berada.” [ Qs. Al-Mujadalah : 7 ]
Maka kita katakan kepada mereka : Sesungguhnya makna ma’iyyah ( kebersa maan ) tidaklah mesti menyatu atau bercampur, sebagaimana perkataan dua insan yang saling mencinta yang dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh : “Ka mu selalu bersamaku” atau “ Kamu selalu di hatiku”.
Makna ma’iyyah Alloh ( Alloh bersama kita ) yaitu Alloh selalu mengetahui, melihat, mendengar dan mengawasi kita, sebagaimana firman Alloh kepada Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas-salaam :
“Sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat.”
[ Qs. Thoha : 46 ]
Demikian pula makna ma’iyyah Alloh dalam Qs. Al-Hadid : 4, Qs. Al-Mujada-lah : 7 dan lain-lainnya, yaitu mengetahui dan mengawasi. Dan makna ini sema kin jelas bila kita membaca ayat-ayat tersebut secara utuh dari awalnya. Mereka juga berdalil dengan ayat yang lain :
“ Dan KAMI lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” [ Qs. Qof : 16 ]
Maka kita jawab : Sesungguhnya tafsiran yang benar adalah malaikat pencatat amal yang ada di kanan dan kiri manusia, sebagaimana bisa kita ketahui bila kita membaca ayat-ayat setelahnya, yaitu Qs. Qof : 17 – 18.
Dengan demikian terbantahlah semua dalih dan argumen mereka.

P H Y T A G O R E A N I S M E

[ F A H A M P E N U H A N A N A N G K A ]

Nama Phitagoras tentu bukan nama yang asing bagi kalang an dunia pendidikan, karena namanya sering dikaitkan dengan se buah nama yang masyhur untuk sebuah rumus matematika yang dikenal dengan rumus stelling pytaghoras, yaitu c2 = a2 + b2, pada-hal tidak ada kaitannya antara rumus tersebut dengan Pythagoras. Karena memang bukan Pythagoras yang menemukan rumus terse but, walaupun penamaannya mengambil dari nama dirinya.
Pythagoras adalah seorang filosuf Yunani yang hidup anta-ra tahun 570 – 504 SM. Selain sebagai seorang filosuf, Pythagoras pun adalah seorang agamawan yang mengajarkan adanya reinkar nasi , vegeterianisme dan penyiksaan terhadap diri sendiri. Sela in itu, Pythagoras terkenal dengan ajaran penuhanan terhadap bi-langan atau angka. Para penganut ajaran Pythagoras yang dikenal dengan nama Pythagorean mempunyai kepercayaan bahwa inti sari semua benda, wujud dan hal adalah angka, dan semua hubu-ngan yang ada di alam ini mesti dapat dinyatakan dengan angka.
Pythagoras dengan tanpa ragu-ragu mengatakan bahwa Tu han itu adalah angka. Hal ini menurut anggapan Pythagoras kare-na setiap kebajikan pasti dapat dinyatakan dengan suatu keakura-tan. Sehingga suatu kebajikan pasti dapat dihitung letaknya di an-tara dua posisi ekstrem dalam matematika. Prinsip tersebut diilha-mi oleh ajaran filsafat Yunani Purba yang mengatakan bahwa ke-bajikan berada di posisi antara ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Menurut Pythagoras sesuatu yang tidak dihitung atau tidak dapat dihitung berarti suatu kejahatan. Oleh karena itu Pythagoras pun berkata bahwa segala sesuatu adalah angka.
Sepeninggal Pythagoras, para mengikutnya terbelah menja-di dua. Sebagian memilih menekuni bidang matematika dan me-ninggalkan ajaran mistik Pythagoras, sementara itu sebagian lain- nya masih kokoh berpegang dengan ajaran mistik keagamaan Py-thagoras dan tidak tertarik mempelajari hal-hal yang matematis.
Pengaruh ajaran filsafat Pythagoras sampai pula kepada se-bagian kaum muslimin yang bodoh dengan ajaran Islam. Kita bisa melihat dalam kehidupan mayoritas masyarakat muslim, masih banyak yang mengkeramatkan beberapa angka-angka tertentu. Se bagian ada yang mengkeramatkan angka 7, sebagian yang lain me nganggap keramat angka 9, angka 13, angka 40 dan lain sebagai- nya. Mereka meyakini bahwa angka-angka tersebut dapat membe rikan pengaruh kepada kehidupan, baik pengaruh positif atau pe-ngaruh negatif. Seperti keyakinan sebagian masyarakat Jawa ba-gian selatan yang mengkeramatkan angka 13 dan menganggap-nya sebagai angka sial. Bahkan di beberapa hotel ada yang tidak berani membuat nomor kamar 13 dan menggantinya dengan 12 B.
Sebagian kaum muslimin lainnya masih mempercayai per-hitungan hari baik dan buruk ketika hendak melaksanakan suatu hajat. Semua hari –menurut mereka- memiliki kode angka-angka ter tentu. Semisal ada orang yang hendak menyelenggarakan sebuah hajatan pernikahan. Mereka akan menghitung angka-angka dari hari kelahiran calon mempelai laki-laki dan calon mempelai pe-rempuan. Bila penjumlahan dari angka-angka hari kelahiran ke-dua mempelai menghasilkan angka “sial” atau angka “mati” mere ka pun lantas membatalkan rencana pernikahan tersebut. Andai kata hendak diteruskan, maka mereka mesti memberikan bebera- pa sesaji untuk menolak bala’ dari angka jelek tersebut. Bila angka yang dihasilkan adalah angka “baik” atau “mujur”, mereka masih pula melakukan penghitungan tentang hari “baik” bagi pelaksana an hajatan pernikahan tadi.
Di beberapa agama lain, seperti agama Budha, Tao, Lama, dan aliran-aliran kepercayaan keyakinan terhadap angka-angka ini memang begitu mendominasi kehidupan mereka. Segala sesua tu dihitung dengan angka dan sudut, sehingga lahirlah teori Feng Sui atau Hong Sui. Keyakinan kepada angka-angka ini melahirkan pula model ramalan nasib dengan SIO, yaitu perhitungan nasib seseorang berdasarkan tanggal, bulan dan tahun yang juga disim- bolkan dengan angka-angka.
Dalam mistik shufi dan perdukunan yang menisbatkan diri nya kepada Islam – padahal bertentangan dengan Islam – kita sering melihat para dukun atau syeikh shufi membuat rajah atau jimat dengan kode-kode tertentu yang tidak dapat dimengerti oleh ma-nusia. Tulisan dan kode-kode jimat atau rajah tersebut didominasi oleh angka-angka dan huruf-huruf, dan kebanyakannya disusun dalam bentuk bangun segi-segi khusus dengan sudut tertentu. Me reka meyakininya sebagai pelindung, penolak bala’, pembawa reje ki, penjamin keselamatan. Inilah pemujaan kepada angka-angka !
Semua yang mereka lakukan itu adalah kebodohan dan per buatan syirik, karena mereka telah meyakini bahwa ada selain Alloh yang mampu mengatur alam ini, mengatur mujur dan sial- nya sesuatu. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman :
أَلاَ إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَ لَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“ Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka hanya datang dari si-si Alloh, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
[ Qs. Al-A’rof : 131 ]
وَ إِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍِّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ , وَ إِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Bila Alloh menghendaki menimpakan kemudhorotan kepadamu maka tidak akan ada yang mampu menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki memberikan kebaikan kepadamu ma-ka Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [ Qs. Al-An’am : 17 ]
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata dalam do’anya :
اَللَّهُمَّ لاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ , وَ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ , وَ لاَ إلـهَ غَيْرُكَ
“ Ya Alloh tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Eng-kau.” [ HSR. Ahmad dan Ibnus-Sunni ]

ANTROPHOMORPHISME

Di antara bentuk kesesatan dari kebanyakan agama-agama non-Is-lam yaitu adanya upaya melukiskan bentuk Tuhan seperti apa yang ada pada khayalan mereka. Karena itu lahir berbagai bentuk Tuhan yang ber-beda-beda pada setiap agama. Dengan demikian mereka telah terjebak da lam pemahaman antrophomorphisme atau menjisimkan Tuhan. Seperti dalam ajaran agama Majusi atau Zoroaster, “Tuhan” mereka gambarkan dalam bentuk cahaya atau api, sehingga mereka dikenal sebagai pemuja api. Dalam agama Budha, “Tuhan” mereka gambarkan sebagai sosok yang sedang duduk bersila. Demikian pula dalam agama-agama lainnya.
Di kalangan kaum muslimin, muncul pula pemahaman antropho-morphisme ini yang dipelopori oleh Muqotil bin Sulaiman yang kemu- dian diikuti oleh golongan musyabbihah atau mumatstsilah, yaitu golo-ngan yang menyamakan Alloh dengan makhluk.
Di antara golongan musyabbihah adalah aliran Bayaniyyah, yaitu pengikut Bayan bin Sam’an. Aliran ini berpendapat bahwa Tuhan itu ber-wujud manusia yang berasal dari cahaya yang lengkap dengan anggota tu buhnya. Aliran ini juga berkeyakinan bahwa “tuhan” versi mereka ini ju-ga akan fana’ atau binasa kecuali wajahnya saja yang tetap kekal selama-nya.
Aliran mumatstsilah lainnya yaitu Mughiriyyah, pengikut Al-Mu-ghiroh bin Sa’id Al-’Ijli yang menyamakan Tuhan dengan bentuk dirinya.
Aliran Hisyamiyyah, pengikut Hisyam bin Al-Hakam Ar-Rofidhi menyamakan Alloh seperti manusia. Dia menganggap bahwa “tuhan” itu tujuh jengkal dengan jengkal dirinya, “tuhan” itu memiliki tubuh yang ada ujung dan batasnya, panjang, lebar dan dalamnya, memiliki warna, ra sa dan bau. Diriwayatkan darinya bahwa dia beranggapan “tuhan” itu se-perti lempengan perak dan seperti untaian permata. Bahkan diriwayatkan pula darinya bahwa Jabal Abi Qubais lebih besar dari “tuhan”-nya. Disebutkan pula bahwa dia mengganggap bahwa sinar adalah termasuk tuhan sesembahannya yang mengantarkan kepada yang dilihatnya.
Ada pula aliran Hisyamiyyah, pengikut Hisyam bin Salim Al-Ja-waliqi yang menganggap bahwa “tuhan” itu berujud manusia, separuh tu-buh bagian atasnya berongga, dan separuh bagian bawahnya padat, “tu-han” memiliki rambut yang hitam dan hati yang akan keluar hikmah dari dalamnya.
Aliran Yunusiyyah, pengikut Yunus bin ‘Abdirrohman Al-Qummi beranggapan bahwa Alloh dipanggul oleh para malaikat pemikul ‘Arsy, meskipun Dia lebih kuat daripada mereka.
Aliran pengikut Dawud Al-Jawaribi mengatakan bahwa “tuhan” memiliki seluruh anggota tubuh manusia kecuali kemaluan dan jenggot.
Aliran Khobithiyyah pengikut Ahmad bin Khobith mengganggap bahwa “tuhan” itu berbentuk seperti Nabi ‘Isa ‘alaihis-salaam.
Aliran Karromiyyah, pengikut Muhammad bin Karrom mengata-kan bahwa “tuhan” itu bertubuh dengan ada ujung dan batasnya, Dzat “tuhan”nya adalah serupa dengan makhluk.
Dan masih banyak lagi aliran-aliran musyabbihah atau mumatstsi- lah lainnya, yang kesemuanya adalah sesat karena menyamakan Alloh de ngan makhluk-Nya, secara keseluruhan atau pada sebagian sifat-Nya.
Kesesatan model musyabbihah ini dilakukan pula oleh banyak da-ri kaum muslimin yang bodoh, seperti dengan membayangkan Alloh da-lam bentuk cahaya atau dalam bentuk tulisan tertentu atau dalam bentuk-bentuk lainnya yang ada dalam khayalannya. Padahal Alloh subhanahu wa ta’ala tidak mungkin sama dengan makhluk yang mana pun, termasuk imajinasi seseorang. Alloh berfirman :
?????? ?????????? ?????? ?? ???? ??????????? ???????????
“Tidak ada sesuatu apa pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Men dengar lagi Maha Melihat.” ( Qs. Asy-Syuro’ : 11 )
Bahkan seseorang tidak mungkin mampu membayangkan apa pun diluar jangkauan inderanya. Semua yang ada dalam imajinasi seseorang hanya sekedar perpaduan bentuk-bentuk yang pernah ia saksikan atau rasakan. Padahal Dzat Alloh sama sekali belum pernah dia lihat. Bagaimana mung kin seseorang mampu menggambarkan hakekat bentuk Alloh padahal Alloh tidak mungkin sama dengan semua apa yang pernah dia saksikan !
Pemahaman antrophomorphisme sebenarnya adalah madzhabnya kaum paganisme, yaitu para pemuja berhala. Mereka menggambarkan se-sembahan-sesembahannya yang tidak nampak dengan berbagai rupa dan bentuk sesuai wangsit dari “tuhan”nya. Pemahaman antrophomorphisme ini kemudian dianut olah kaum musyabbihah dengan berdalil pada sekian banyak ayat dan hadits-hadits yang menuturkan tentang sifat-sifat Alloh. Padahal ayat dan hadits tersebut hanyalah memberitakan tentang sifat-si-fat Alloh, bukan hakekat bentuk Dzat Alloh. Yaitu, meskipun nama dari sifat-sifat tersebut sama dengan yang ada pada manusia, namun hakekat dzatnya berbeda, karena Alloh tidak sama dengan makhluk-Nya. Bila Al-Qur’an dan As-Sunnah bertutur bahwa Alloh memiliki tangan, maka kita wajib mengimani bahwa Alloh memang memiliki tangan namun tangan Alloh tidak sama dengan tangan makhluk. Kesamaan nama tidak mengha ruskan kesamaan pada hakekatnya. Seperti sama-sama bernama “kaki” namun kaki manusia berbeda dengan kaki ayam, kaki kambing, kaki kur-si, kaki gunung, kaki langit dan sebagainya. Begitu pula dengan “tidur”, walaupun manusia tidur, namun tidurnya manusia berbeda dengan tidur-nya reptil, burung, ikan, kelelawar dan lain-lainnya. Sehingga ketika Al-Qur’an dan As-Sunnah berkata bahwa Alloh memiliki sifat-sifat tertentu, maka wajib kita mengimaninya dengan tanpa menyamakan dengan makh luk-Nya. Menyamakan dengan makhluk berarti menyembah kepada ber-hala, karena hanya kaum paganisme yang berani membuat gambaran Tu-han seperti makhluk !!! Adapun hadits :
?????? ????? ????? ????? ??????????
“Alloh menciptakan Adam berdasarkan bentuk-Nya.” ( HR. Al-Bukhori )
Maka maknanya sama seperti ucapan : “Helicopter diciptakan berdasar-kan bentuk capung”, atau “Pesawat diciptakan berdasarkan bentuk bu-rung”, dan sejenisnya. Artinya : tetap berbeda antara helicopter dengan ca pung meskipun helicopter tercipta berdasarkan bentuk capung. Demikian pula ketika Alloh menciptakan Adam. Dengan begitu sangat salah bila kaum musyabbihah berdalil dengan hadits ini untuk membenarkan pema-haman antropomorphisme mereka !!!

KEUNGGULAN AGAMA ISLAM

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dia Yang telah mengutus Rosul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan atas seluruh agama yang lainnya meskipun orang-orang musyrikin membencinya.”

( Qs. At-Taubah : 33 dan Ash-Shoff : 9 )

الإِسْلامُ يَعْلُو وَ لا يُعْلَى

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkannya.” ( HR. Bukhori )

‘AQIDAH KETUHANAN

ISLAM

Di dalam agama Islam masalah ‘aqidah ketuhanan terli-hat jelas pada prinsip ajaran Tauhid, yaitu hanya Alloh semata Tuhan seluruh alam semesta, sehingga yang ber-hak untuk disembah pun hanya Alloh semata.

YAHUDI

Agama Yahudi meyakini keesaan Alloh dalam ketuhanan Nya, namun umat Yahudi meyakini bahwa Alloh memili ki putera, yaitu Uzair. Sehingga dalam peribadatannya se lain menyembah Alloh, mereka juga menyembah Uzair atau Ezra.

KRISTEN

( Protestan )

Agama Kristen Protestan adalah sempalan dari agama Ka tholik. Umat Protestan mengaku mengesakan Tuhan, na-mun dalam keesaan yang berbilang, yaitu Tuhan itu Esa namun terdiri dari 3 oknum, yaitu Alloh ( Tuhan Bapa ), ‘Isa atau Yesus ( tuhan anak ) dan Roh Qudus, yang ke-mudian disebut dengan Trinitas atau Tritunggal. Sehing-ga dalam peribadatannya mereka menyembah kepada se-mua oknum tuhan tersebut.

KATHOLIK

Agama Katholik adalah sempalan dari agama Ortodox. Umat Katholik mengaku mengesakan Tuhan dengan kee-saan yang berbilang yang tercermin dalam ajaran Trinitas atau Tritunggal, yaitu : Tuhan Bapa, tuhan anak dan Roh Qudus. Selain itu mereka juga menyembah Bunda Maria.

HINDU

Agama Hindu menetapkan Tuhan tertingginya adalah Is-wara atau Trimurti yang terdiri dari Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Ciwa. Namun dalam peribadatannya umat Hindu terbelah-bagi, sebagian ada aliran yang me-nyembah Brahma, ada yang menyembah Wisnu dan ada pula yang menyembah Ciwa. Agama Hindu Bali ( Gama Bali ) termasuk yang menyembah Ciwa. Selain itu mere-ka juga menyembah dewa-dewi lainnya yang jumlahnya sangat banyak.

BUDHA

Agama Budha pada asalnya hanya merupakan ajaran fil-safat kehidupan. Namun sepeninggal Sidharta Gautama agama Budha mulai berbicara mengenai ketuhanan. Tu-han tertinggi menurut Umat Budha adalah Sang Hyang Adhi Budha. Selain itu, umat Budha mengimport pula de wa-dewi yang lainnya baik yang berasal dari agama Hin-du atau dari ajaran Animisme China. Dan dalam perkem-bangannya, Shidarta Gautama dan orang-orang suci yang dianggap telah mencapai derajat kebudhaan ikut pula di-sembah.

SIFAT-SIFAT TUHAN

ISLAM

Dalam ajaran agama Islam, Alloh memiliki sifat-sifat yang mulia dan sempurna yang tidak mungkin diserupai oleh siapa pun. Yaitu sifat-sifat yang tersebut dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih, tanpa menyerupa- kan dengan si-fat-sifat makhluk dan tanpa menta’wilkan-nya ( memalingkan maknanya ).

YAHUDI

Dalam ajaran Yahudi, Alloh dianggap memiliki sifat-si- fat yang kurang sempurna, seperti kikir, bodoh, faqir dan lain-lainnya.

KRISTEN

Dalam ajaran Kristen, baik Protestan maupun Katholik, Alloh adalah sosok yang biasa digambarkan dalam wujud manusia atau diserupakan dengan bentuk manusia.

HINDU

Dalam agama Hindu, dewa-dewa mereka memiliki sifat-sifat yang serba kekurangan, sifat yang ada pada suatu de wa terkadang tidak dimiliki oleh dewa yang lainnya. Se-lain itu, penganut Hindu juga menggambarkan dewa-de-wi mereka dengan berbagai bentuk, ada yang berbentuk manusia dan ada pula yang berbentuk hewan, ada yang tampan atau cantik, tapi ada juga yang jelek dan kejam.

BUDHA

Dalam agama Budha, Tuhan atau dewa tertinggi mereka digambarkan sebagai seorang yang berbentuk manusia se dang duduk bersila dengan bertelanjang dada. Dan sifat-sifat dewa-dewi lainnya sama dengan agama Hindu, yai-tu ada yang tampan atau cantik, namun ada pula yang bu-ruk rupa.

KENABIAN

ISLAM

Agama Islam meyakini bahwa sosok para nabi adalah pri badi pilihan yang terjaga dari segala macam sifat tercela, bahkan sebelum mereka diangkat menjadi nabi. Namun demikian, para nabi adalah manusia biasa yang tidak me-miliki sifat-sifat ketuhanan.

YAHUDI

Agama Yahudi banyak memberikan sifat-sifat yang terce la kepada para nabi, seperti : pemabuk, pezina, mata ke-ranjang dan lain-lain, baik sebelum maupun setelah men-jadi nabi. Bahkan mereka tak segan-segan membunuh pa ra nabi yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka.

KRISTEN

( Protestan )

Agama Kristen Protestan membolehkan seorang nabi me miliki masa lalu yang buruk, sebagaimana Rosul Paulus yang mantan musuh besar Nabi ‘Isa.

KATHOLIK

Agama Katholik selain membolehkan seorang nabi memi liki masa lalu yang buruk, mereka juga mengkultuskan para nabi, bahkan memberikan sebagian sifat Tuhan kepa da para nabi.

HINDU

Agama Hindu tidak mengakui adanya para nabi. Mereka hanya percaya kepada para Reci yang bertapa dan menda pat wangsit berkenaan dengan agama mereka.

BUDHA

Agama Budha juga tidak mengenal adanya para nabi. Me reka hanya mengakui adanya orang-orang suci yang ber-upaya mencapai tingkat kebudhaan.

KITAB SUCI

ISLAM

Dalam agama Islam, kitab suci Al-Qur’an adalah firman Alloh, bukan buatan atau rekaan Nabi Muhammad shol- lallohu ‘alaihi wa sallam yang mesti diriwayatkan secara mutawatir sebagaimana aslinya. Ada pun perkataan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallamadalah hadits, yang hadits pun mesti diriwayatkan secara shohih atau hasan.

YAHUDI

Dalam agama Yahudi, kitab suci mereka telah musnah ke tika perkampungan mereka diserbu oleh Bukhtunshir. Pe-nulisan kembali kitab TAURAT dan TALMUD tidak la-gi diketahui penulisnya dan waktu penulisannya.

KRISTEN

( Protestan )

Dalam agama Kristen Protestan, kitab suci mereka yaitu Injil versi King James, tidak lagi orisinil. Di samping pe-riwayatannya yang tidak mutawatir, bahkan tidak shohih, yang berbahasa aslinya pun tidak lagi diketahui. Bahkan dimungkinkan bagi mereka untuk melakukan revisi pada Injil-Injil-nya tersebut.

KATHOLIK

Dalam agama Katholik, kitab suci mereka yaitu Injil ver-si Douay tidak lagi orisinil. Karena periwayatannya yang tidak mutawatir, bahkan tidak shohih, yang berbahasa as-linya pun tidak lagi diketahui. Selain itu, Injil versi Katho lik banyak mengalami penambahan yang tidak ada pada Injil versi Protestan.

HINDU

Kitab suci agama Hindu yaitu Veda, tidak hanyalah ki-dung-kidung gubahan para reci dan pertama yang dibuku kan tanpa diketahuo penulis dan waktu ditulisnya. Bah-kan tidak semua orang Hindu diizinkan mendengar dan membaca kitab Veda, yaitu Kasta Brahmana, Ksatria dan Waisya. Sedangkan kasta Sudra dan Paria dilarang keras mendengarkan Veda.

BUDHA

Kitab suci agama Budha yaitu Tripitaka hanya khutbah-khutbah Sidharta Gautama yang ditulis ¾ abad sepening-gal Sidharta, itu pun belum lengkap. Ditulis baru secara lengkap sekitar 4 abad setelah meninggalnya Sidharta. Dengan demikian kitab suci Tripitaka bukan wahyu.

PENGHINAAN QODARIYYAH DAN JABARIYYAH TERHADAP ALLAH ‘AZZA WA JALLA

Aliran Qodariyyah adalah sebuah aliran sesat yang memiliki ciri khas pemahaman mengingkari adanya taqdir. Menurut Qodariyyah, selu-ruh kejadian di alam semesta ini terjadi dengan sendirinya sesuai kemau-an para pelakunya, tidak terikat sama sekali dengan taqdir Alloh.
Aliran Qodariyyah dicetuskan oleh Ma’bad bin Kholid Al-Juhani yang berasal dari Bashroh. Al-Imam Al-Auza’i berkata : “Orang yang per tama kali berbicara tentang Qodar adalah seorang penduduk Iraq yang di-panggil dengan nama Susan, dia adalah seorang Nashrani, kemudian ma-suk Islam, lalu kembali lagi menjadi Nashrani. Ma’bad Al-Juhani me- ngambil pemahaman ini darinya. Kemudian Ghoilan mengambilnya dari Ma’bad.”
Keberadaan Ma’bad Al-Juhani di Bashroh yang gencar menyebar kan pemahaman sesatnya ini menjadikan Al-Hasan Al-Bashri bangkit memperingatkan umat dari bahayanya, dia berkata : “Jangan kalian ber-majlis dengan Ma’bad, sesungguhnya dia sesat dan menyesatkan !”
Akhirnya Ma’bad Al-Juhani dibunuh oleh Al-Hajjaj, seorang gu-bernur dari Bani Umayyah yang terkenal sadis dan berdarah dingin.
Prinsip utama aliran Qodariyyah yaitu menolak keberadaan taqdir dan prinsip ini berakar dari pemahaman yang jelek terhadap Alloh ta’ala. Dalam pemahaman Qodariyyah diyakini bahwa setelah Alloh mencipta-kan alam semesta, Alloh tidak lagi kuasa mengendalikan alam semesta. Alam semesta ini berjalan menurut kemauannya sendiri. Kemudian pengi kut aliran Qodariyyah berselisih faham seputar hal ini dalam beberapa pendapat, yaitu :
? Ada segolongan penganut Qodariyyah yang meyakini bahwa kebai-kan berasal dari Alloh ta’ala, sementara keburukan hanya berasal da-ri diri pelakunya sendiri. Pemahaman ini sama dengan menganggap adanya dua pencipta yaitu pencipta kebaikan yaitu Alloh dan pencipta keburukan yaitu diri manusia sendiri. Padahal seluruh apa yang ada dan terjadi di alam ini hanyalah ciptaan Alloh ta’ala Pencipta satu-sa tunya. Dengan demikian, pemahaman ini sama saja menganggap Alloh memiliki saingan dalam mencipta, dan sama dengan mengang-gap Alloh tidak sempurna.
? Ada segolongan yang lainnya dari pengikut aliran Qodariyyah yang meyakini bahwa semua kebaikan dan keburukan adalah ciptaan pela-ku sendiri, dan Alloh tidak kuasa menciptakan apa pun dari kebaikan atau keburukan makhluk-Nya. Pemahaman ini sama dengan meyakini adanya dua pencipta pula, yaitu Alloh sebagai Pencipta alam semesta, dan makhluk adalah pencipta perbuatannya sendiri, yang baik mau-pun yang buruk. Pemahaman demikian sebenarnya sama dengan me-nganggap Alloh lemah, tidak mampu mengatur alam semesta yang te-lah Dia ciptakan.
? Segolongan penganut pemahaman Qodariyyah yang lainnya berpen-dapat bahwa setelah Alloh menciptakan makhluk, lalu Alloh mencip-takan kemampuan pada makhluk untuk berbuat sesuai kemauannya tanpa ada pengaturan lagi dari sisi Alloh. Pemahaman ini sama de-ngan meyakini bahwa setelah menciptakan alam semesta maka Alloh menganggur, tidak berbuat apa pun selain menonton kejadian yang terjadi di alam semesta.
Secara umum, seluruh sekte aliran Qodariyyah meyakini bahwa Alloh memiliki kekurangan dalam kekuasaannya, yaitu ketidakmampuan meng-atur alam secara mutlak. Karena makhluk menurut keyakinan kaum Qoda riyyah lebih kuasa mengatur dirinya daripada Alloh ta’ala.
Aliran Mu’tazilah yang juga mengadopsi faham Qodariyyah mem persamakan Alloh dalam kekuasaannya seperti Raja Konstitusional, yaitu seorang raja yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. Sehingga kekuasaan Alloh tidak lagi mutlak, alias ada kelemahan di beberapa sisi.
Pemahaman yang cenderung menghina Alloh Yang Maha Kuasa tersebut, menggiring aliran Qodariyyah meyakini bahwa ilmu Alloh pun tidak sempurna. Dalam keyakinan kaum Qodariyyah disebutkan bahwa Alloh tidak mengetahui suatu kejadian sebelum terjadinya. Bahkan seba-gian mereka sependapat dengan kaum filsafat bahwa Alloh tidak mengeta hui perihal kejadian yang rinci yang ada di alam semesta.
Demikian pemahaman Qodariyyah yang dengan disadari atau pun tidak oleh pengikutnya, mereka telah menghina Alloh ta’ala.
Ada pun kebalikan dari aliran Qodariyyah adalah aliran Jabariy- yah yang dicetuskan oleh Al-Jahm bin Sofwan. Aliran ini menetapkan ke beradaan taqdir namun secara berlebih-lebihan, yaitu mengatakan bahwa semua kejadian di alam ini adalah perbuatan Alloh. Sehingga dalam keya kinan mereka, manusia hanyalah golekan atau wayang yang dikendalikan oleh dalangnya. Kebaikan maupun keburukanyang dilakukan oleh gole- kan atau wayang tersebut pada hakekatnya adalah Alloh pelakunya. Se-hingga mereka menyatakan : ”Jangan kamu puji orang yang berbuat ke-baikan karena sesungguhnya yang berbuat kebaikan hanyalah Alloh sema ta ! Dan jangan kami cela orang yang berbuat kejelekan karena sebenar- nya yang berbuat kejelekan itu hanyalah Alloh !” Perhatikan, betapa peng hinaan aliran Jabariyyah ini terhadap Alloh !
Dalam pemahaman Jabariyyah disebutkan bahwa seluruh manu-sia dalam keta’atan kepada Alloh, yaitu keta’atan kepada taqdir Alloh. Se hingga dalam kaca mata orang Jabariyyah, seorang yang mencuri, berzi-na, berjudi dan melakukan berbagai kemaksiatan lainnya pun sedang me-lakukan keta’atan kepada Alloh, yaitu sedang melaksanakan kepatuhan kepada kehendak Alloh. Bahkan orang yang melakukan kesyirikan dan kekafiran pun dalam rangka ta’at kepada kehendak Alloh. Sehingga defi-nisi Iman menurut aliran Jabariyyah adalah cukup hanya dengan menge-nal Alloh sebagai Tuhan semesta alam.
Kita dapat menimbang di sini bahwa aliran Qodariyyah sesat kare na berlebihan menetapkan adanya ikhtiar pada manusia hingga menolak keberadaan taqdir Alloh, sementara aliran Jabariyyah sesat karena berlebi han menetapkan taqdir sampai meniadakan adanya ikhtiar pada manusia. Ada pun Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang mengikuti pemahaman para as Salafush-Sholih beriman dengan taqdir tanpa mengingkari adanya ikhtiar
Bila aliran Qodariyyah menghina Alloh dengan tidak mengakui kekuasaan dan ilmu Alloh yang mutlak, maka aliran Jabariyyah menetap-kan kekuasaan dan ilmu Alloh yang mutlak secara berlebihan tidak pada arah yang semestinya, sehingga berujung pula kepada penghinaan terha-dap Alloh ta’ala. Sementara itu Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah As-Salafiy-yun menetapkan kehendak dan ilmu Alloh secara mutlak, namun tetap pa da arah yang semestinya, tidak berlebih-lebihan.
Pemahaman sesat aliran Qodariyyah kemudian diadopsi oleh ali-ran Mu’tazilah dan ’Aqlaniyyah ( kaum rasionalis ). Lantas mereka bersi-keras untuk menghapus Rukun Iman yang keenam, yaitu Iman kepada Taqdir. Mereka menuding beriman kepada taqdir menyebabkan kemundu ran umat Islam. Golongan Maturidiyyah aliran Samarkand juga cende-rung kepada pemahaman Qodariyyah.
Sementara pemahaman Jabariyyah banyak diadopsi oleh berbagai Thoreqot Shufiyyah. Bahkan pemahaman yang lebih ekstrim lagi dimun-culkan oleh Ibnu ’Arobi As-Shufi dengan pemahaman Wihdatul-Wujud yang lebih kafir daripada kekafiran agama Yahudi dan Nashrani. Bebera-pa golongan lainnya, seperti Asy’ariyyah dan Maturidiyyah aliran Bukho ro cenderung pula kepada pemahaman Jabariyyah.

AL-QUR’AN DAN AL-HADITS BERBICARA TENTANG SAINS DAN TEKNOLOGI

Sesungguhnya Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi shollallo hu ‘alaihi wa sallam yang shohih banyak sekali memuat berita ten-tang sains dan teknologi yang pembenarannya baru dicapai oleh manusia setelah berpuluh abad lamanya. Berita-berita tentang sains dan teknologi yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits disebutkan secara implisit, yaitu tersirat dalam berbagai penjelasan tentang ‘a-qidah dan keimanan. Yang demikian sebagai penjelasan bahwa Al-Qur’an dan Hadits berikut isi dan ajarannya akan selalu selaras de-ngan perkembangan zaman. Juga karena Al-Qur’an dan Al-Hadits akan selalu selaras dengan akal dan IPTEK, tidak akan ada perten-tangan antara keduanya selamanya.
Namun demikian berbagai penemuan teknologi dan perkem bangan sains dewasa ini lebih banyak dilakukan oleh dunia Barat yang notabene bangsa-bangsa yang kafir. Kenapa bisa demikian ? Tentu ada hikmahnya kenapa Alloh ta’ala menentukan realita yang demikian. Yaitu seandainya penemuan-penemuan sains dan teknologi selalu ditemukan oleh kaum muslimin, maka tidak ada is timewanya bagi pembenaran Al-Qur’an dan Hadits. Sebab bisa ada anggapan bahwa karena penelitinya muslim …. ya tentu saja hasil penemuannya membenarkan isi Al-Qur’an dan Hadits. Tetapi keti-ka penemunya adalah orang-orang non-muslim, kemudian hasil pe nemuannya ternyata membenarkan isi Al-Qur’an dan Hadits, tentu kejadian ini semakin menguatkan akan kebenaran Al-Qur’an dan Hadits.
Orang yang dianggap oleh bangsa Barat sebagai terjenius di dunia yaitu Albert Einstein karena menemukan rumus relativitas E = m.c2 yaitu energi adalah hasil perkalian dari masa dengan kece patan cahaya yang dikuadratkan. Dari teori ini lahirlah bom atom dan teknologi tenaga nuklir. Tentu kita tidak menyangka kalau teo-ri relativitas Einstein ini sebenarnya telah tersirat puluhan Abad se-belum lahirnya Einstein dalam Qs. An-Nur : 35 :
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَ لا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَ لَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ
“Alloh adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang ( yang bercahaya ) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, ( yaitu ) pohon zai-tun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya ( saja ) hampir-hampir menerangi walau- pun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya.”
Perhatikan kata cahaya di atas cahaya, bukankah mirip dengan ru-mus relativitas Einstein yaitu E=m.c2 ?! Bukankah bom atom tidak diletupkan oleh api ?
Dalam kisah Isro’ dan Mi’roj juga terdapat isyarat kepada teknologi transportasi. Di mana ketika kisah ini diceritakan kepada manusia ketika itu, mayoritas manusia mentertawakan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan menuduhnya sebagai orang gila. Karena perjalanan dari Mekah ke Yerussalem ketika itu bila ditem-puh dengan kendaraan unta yang tercepat sekalipun tetap membu-tuhkan waktu 2 bulan untuk perjalanan bolak-balik. Namun Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengaku melakukannya hanya dalam tempo kurang dari semalam. Padahal hal ini tidak mustahil bila ki-ta memperhatikan kecepatan kendaraan yang dinaiki Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yaitu Buroq :
ثُمَّ أُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ يُقَالُ لَهُ الْبُرَاقُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ فَحُمِلْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ انْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا
“Kemudian aku didatangi binatang yang disebut Buroq, yang lebih tinggi dari keledai namun lebih pendek dari Baghol, yang setiap langkah kakinya adalah sejauh batas pandangan mata. Aku diba wa di atasnya, kemudian kami pergi hingga kami mendatangi la- ngit dunia.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori, Muslim dan lain-lain )
Hadits ini mengisyaratkan akan adanya teknologi transportasi de-ngan kecepatan super, baik kendaraan darat maupun udara, seperti pesawat supersonic, pesawat challenger dan lain-lainnya.
Tentang atmosfer yang melingkupi bumi kita ini, di mana semakin tinggi semakin menipis, maka Al-Qur’an telah berbicara tentangnya sebelum dunia Barat menemukannya :
وَ مَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki untuk Dia sesatkan, Dia jadi-kan dadanya sesak ( untuk menerima Islam ) seakan-akan dia se-dang mendaki ke langit.” ( Qs. Al-An’am : 125 )
Berpuluh abad sebelum para ahli biologi menemukan raha-sia proses penciptaan manusia dalam rahim ibu, Al-Qur’an sudah berbicara :
يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِن بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلاثٍ
“Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.” ( Qs. Az-Zumar : 6 )
Setelah berpuluh abada kemudian barulah Dunia Barat menemu-kan bahwa jabang bayi di dalam rahim ibu mengalami tiga fase da-lam kegelapan rahim, yaitu fase pra-embrio, fase embrio dan fase janin.
Sebelum berkembangnya ilmu kepurbakalaan yang ditandai dengan ditemukannya fosil-fosil hewan raksasa yang dikenal seba- gai dinosaurus, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari telah mengabarkan :
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ طُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا … فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ بَعْدُ حَتَّى الآنَ
“Alloh telah menciptakan Adam berdasarkan bentuk-Nya, tinggi-nya 60 hasta … maka makhluk akan selalu berkurang ( menyusut ukurannya ) sampai hari ini.” ( HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim )
Hadits ini memberitakan bahwa manusia pada zaman Nabi Adam ‘alaihis salam tingginya hingga 60 hasta. Sehingga wajar bila ka-dal-kadalnya yang dikenal sebagai dinosaurus bisa mencapai pan- jang belasan meter. Namun semua makhluk terus menyusut dalam ukurannya hingga berakhir penyusutan ukuran itu pada zaman ini, yaitu zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini juga membantah teori evolusi Darwin yang sama sekali tidak ilmiah.
Puluhan abad sebelum adanya teknologi televisi, Al-Qur’an sudah mengenalkan tentang adanya televise, sebagaimana disebut-kan dalam kisah Ratu Balqis bersama Nabi Sulaiman :
فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَن سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُّمَرَّدٌ مِّن قَوَارِيرَ
“Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulai- man: “Sesungguhnya ia adalah istana yang mengkilap yang terbuat dari kaca.” ( Qs. An-Naml : 44 )
Yaitu Ratu Balqis mengiranya sebagai kolam air yang besar karena memang tampak seperti demikian. Benda yang seperti itu pada za-man sekarang dikenal sebagai TV yang monitarnya adalah kaca.