Sabtu, 17 Juli 2010

MEWASPADAI TAKYIF

Takyif atau membuat gambaran tentang Alloh adalah kesalah-an besar dalam ‘aqidah yang banyak dilakukan oleh manusia, baik secara sengaja atau pun tidak. Namun perkara ini amat menentukan nilai sah atau tidaknya sebuah ‘ibadah di hadapan Alloh . Bahkan kesalahan da-lam perkara ini akan dapat menyeret manusia ke dalam api neraka tanpa ampunan. Karena apa pun kerusakan ‘aqidah yang terjadi di muka bumi pasti berawal dari takyif. Semua faham sesat bahkan kafir bersumber dari takyif. Dari takyif ini akan muncul faham antropomorphisme ( tasybih ) yang bermuara kepada paganisme ( berhalaisme ). Dari takyif pula akan muncul faham kafir pantheisme ( wihdatul wujud ) dan hulul ( manungga ling kawula – Gusti ). Bahkan dari takyif ini akan muncul tahrif ( ta’wil ) yang bermuara kepada ta’thil ( penolakan adanya sifat Alloh ).
Seseorang ketika beribadah kepada Alloh terkadang terlintas di fikirannya tentang bagaimana bentuk eksistensi dari Alloh . Tidak sedi kit pula yang sengaja membuat gambaran tertentu tentang bagaimana wu- jud Alloh . Bahkan ada sebagian kalangan Thoriqot Shufiyyah yang memasang foto Syekh Murobbi atau Mursyid-nya di hadapannya dengan alasan untuk bisa mencapai khusyu’ karena sangat sulit membayangkan tentang Dzat Alloh . Tahukah anda bahwa semua itu adalah bentuk-bentuk takyif yang mengantarkan pelakunya menjadi penyembah khaya-lan mereka tentang Alloh , padahal Alloh pasti berbeda dengan apa sa- ja yang mereka bayangkan. Berkata Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi pe nulis Kitab Lum’atul-I’tiqod : “Setiap apa pun yang terbayang di dalam fi kiran atau terlintas di dalam hati maka Alloh ta’ala pasti berbeda dengan-nya.” Dalilnya adalah firman Alloh  : لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada yang mirip seperti-Nya dari sesuatu apa pun, sedangkan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Qs. Asy-Syuro : 11 )
Bila manusia adalah makhluk maka khayalan atau imajinasi yang dia ciptakan tentang Alloh pun adalah makhluk, dan Alloh  pasti berbeda dengan khayalan yang diciptakan oleh imajinasi manusia.
Lalu apakah takyif itu ? Berkata Syaikh Kholid bin ‘Abdillah bin Muhammad Al-Mushlih dalam Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah 2 / 8 : “Takyif diambil dari kata كَيْفَ ( bagaimana ), dan كَيْفَ adalah mencari gam baran dari sesuatu, sehingga TAKYIF yaitu mencari gambaran dan haki-kat dari sifat-sifat Alloh. Maka setiap orang yang mencari-cari keadaan, gambaran dan hakekat dari sifat Alloh, serta mencari hakikat apa yang Alloh kabarkan tentang diri-Nya adalah mukayyif ( yang mentakyif ).”
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin bin Ahmad At-Tuwaijari dalam Syarah Al-Fatawa Al-Hamawiyyah 1/ 149 menjelaskan : “Takyif yaitu mengisahkan tentang gambaran sebuah sifat, seperti ucapan orang : “Ta-ngan Alloh begini dan begitu,” berarti dia mentakyif, “turunnya Alloh begini dan begitu, bersemayamnya Alloh keadaannya begini dan begitu,” oleh karena itu dia menanyakan dengan كَيْفَ ( bagaimana ? ) seperti : “Ba-gaimana Zaid keluar ?”, lantas dijawab “Dia keluar dengan cepat.” “Ba-gaimana ukuran besarnya sesuatu ini ?”, lalu dijawab : “Ukuran besar- nya adalah kecil.” Sehingga menentukan keadaan bagaimananya sesuatu adalah gambarannya. Maka Salaf –rohimahulloh- menetapkan bagi Alloh sifat-sifat, tetapi tanpa menentukan keadaan bagaimananya sifat-sifat ter-sebut. Apakah sifat-sifat Alloh memiliki keadaan ? Jawabnya adalah : Ya namun kita tidak mengetahuinya, tidak ada seorang pun dari makhluk yang mengetahuinya. Dalil tentang ketiadaan ilmu tentang keadaan bagai mananya sifat-sifat ini adalah dalil naql dan aql. Ada pun dalil naql ada-lah firman Alloh  : وَ لاَ يُحِيطُوْنَ بِهِ عِلْمًا “Pengetahuan mereka tidak mampu meliputi-Nya.” ( Qs. Thoha : 110 ), karena pengetahuan tentang keadaan bagaimananya sesuatu adalah cabang dari meliputinya dengan ilmu atas sesuatu itu. Juga firman Alloh  : وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ “Janganlah kamu berbuat pada apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan padanya.” ( Qs. Al-Isro’ : 36 ) dan وَ أَنْ تَقُولُوْا عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ “…dan kalian berkata atas Alloh dengan apa yang kalian tidak ketahui.” ( Qs. Al-Baqoroh : 169 ). Maka barangsiapa yang menentukan tentang keadaan bagaimananya sua-tu sifat dari sifat-sifat Alloh  berarti dia telah memaksakan diri berkata tentang Alloh dengan tanpa ilmu dan sebab. Apa sebab itu ? Yaitu tidak ada di dalam Kitab Al-Qur’an maupun As-Sunnah satu dalil pun tentang penetapan keadaan bagaimananya sifat-sifat ini. Memang di dalamnya ter dapat penetapan sifat, tetapi bukan penetapan keadaan bagaimananya si-fat tersebut. Oleh karena itu telah terkenal riwayat dari Imam Malik, atau dari Robi’ah, atau dari Ummu Salamah bahwasannya istiwa’ ( bersema-yamnya Alloh di atas ‘Arsy ) adalah sesuatu yang telah diketahui makna-nya, namun keadaan bagaimananya adalah sesuatu yang tidak diketahui. Demikian pula ucapan para Salaf : “Perlakukanlah ia ( yakni ayat atau ha dits tentang sifat Alloh ) sebagaimana ia datang tanpa menanyakan bagai-mananya !”
Takyif yaitu menanyakan keadaan bagaimananya suatu sifat ber- beda dengan tamtsil ( membuat permisalan tentang suatu sifat ). Syaikh Kholid bin ‘Abdillah Al-Mushlih dalam Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiy-yah 2 / 10 berkata : “Takyif adalah mencari gambaran tanpa suatu contoh sedangkan tamtsil adalah menyebutkan gambaran suatu sifat yang dibata si dengan berbagai contoh permisalan. Inilah perbedaan antara tamtsil de-ngan takyif. Lalu kenapa penyebutan takyif didahulukan ? Karena tidak akan terjadi tamtsil kecuali melalui jalan takyif, sehingga takyif adalah se bab, jalan dan sarana dari tamtsil.”
Dr. Thoha Hamid Ad-Dailami dalam Majmu’ Muallafat ‘Aqoid Ar Rofidhoh wa Ar-Rodd ‘Alaihi mengatakan : “Takyif adalah mempertanya kan tentang keadaan bagaimana nama-nama dan sifat-sifat Alloh, seperti ucapan orang : “Bagaimanakah tangan Alloh ? Bagaimanakah wajah Alloh ?” …dan seterusnya. Ini adalah ucapan yang batil, karena kaifiyyat ( keadaan bagaimana ) tidak mungkin diketahui kecuali dengan melalui ti ga perkara berikut : menyaksikan sendiri sesuatu itu, atau menyaksikan yang sejenis dengannya, atau melalui berita orang yang benar / jujur ten-tangnya. Semuanya tidak ada bila dihubungkan dengan hak Alloh, karena kita tidak ada yang pernah melihat Alloh di kehidupan dunia ini, tidak pu la ada sesuatu yang serupa dengan-Nya  dan tidak pernah pula Alloh  memberitakannya kepada kita tentang keadaan bagaimana sifat-sifat-Nya sehingga tidak ada sama sekali jalan untuk mengetahui bagaimananya.”
Berkata Syaikh Ahmad An-Naqib dalam Syarah Muqoddimah Al-Qoirowani 5 / 3 : “Takyif adalah mereka berupaya menanyakan bagaima- nanya nama-nama Alloh  sesuai dengan apa yang mereka gambarkan. Ketika mereka mendapati bahwa akal mereka tidak mampu, maka diba- walah perkara tersebut untuk dipalingkan, mungkin kepada penolakan murni yang ini adalah keadaan golongan Mu’tazilah dan Jahmiyyah, dan mungkin pula kepada memalingkan lafazh zhohirnya kepada makna yang lain yang ini adalah keadaan kaum mu’awwilah ( golongan yang suka menta’wil ). Pada hakekatnya golongan Mu’tazilah dan Jahmiyyah dalam penolakannya terhadap sifat-sifat Alloh adalah menyembah kepada se-sembahan yang murni tidak ada, karena mereka berkata : “Kami menyem bah sesembahan yang maha mengetahui tanpa pengetahuan, yang berkua sa tanpa kekuasaan, yang maha mendengar tanpa pendengaran, yang ma-ha melihat tanpa penglihatan, bagaimana mungkin hal itu ada ?!”
Berkata tentang sifat-sifat Alloh pada hakekatnya adalah berkata tentang Dzat Alloh dengan tanpa ilmu, karena pengetahuan tentang ke- adaan suatu sifat adalah cabang dari pengetahuan tentang yang disifati de ngannya, bila yang disifati tidak diketahui maka tidak mungkin pula un- tuk diketahui tentang keadaan sifatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous