Sesungguhnya agama adalah kebutuhan asasi manusia, karena setiap tarikan nafas kita, setiap kerdipan mata kita, bahkan setiap detak jantung kita tak mungkin lepas dari limpahan rahmat dan karunia Alloh yang andaikata kita berusaha untuk menghitungnya, niscaya kita tidak akan sanggup. Bahkan nikmat Alloh yang terdapat pada diri kita sendiri pun tidak mungkin kita mampu untuk menghitungnya. Mata yang bisa melihat, telinga yang mampu mendengar, lidah yang dapat merasa, hidung yang sanggup membau, darah yang mengalir lancar, tangan dan kaki yang lengkap, dan lain sebagainya yang seandai-nya dihitung dengan nominal uang niscaya tidak akan sanggup ditebus sekalipun oleh orang terkaya di dunia.
Apakah kita sudah menyadarinya ? Betapa besar rahmat dan kasih sayang Alloh Ta’ala kepada kita semua ! Sanggupkah kita membalas semua kebaikan Alloh ta’ala kepada kita yang tidak terhingga tersebut ?
Sehingga kebutuhan kita yang paling asasi adalah kebutuhan ber-AGAMA, bila memang kita seorang insan yang tahu diri dan tahu berterima kasih. Memang andaikata kita sedia-kan seluruh hidup kita dengan umur yang masih tersisa ini untuk hanya melakukan iba-dah kepada Alloh saja dengan tanpa henti hingga ajal menjemput, tetaplah tidak akan mencukupi untuk membalas semua kebaikan dan karunia Alloh ‘azza wa jalla. Dengan de mikian hanya syukur dan berterima kasih yang masih mungkin dan sanggup kita lakukan.
Betapa banyak nikmat dan karunia yang kita terima dan kita rasakan, namun se –ring kali kita tidak menyadarinya, apalagi mensyukurinya. Bahkan ni’mat terbesar yang Alloh berikan kepada kita pun, banyak di antara kita yang tidak menyadarinya, yaitu nik-mat iman dan islam, nikmat berada di atas agama yang benar, yaitu AGAMA ISLAM ! Pernahkah kita menyadarinya atau mensyukurinya ?!
Berapa banyak orang yang mencari agama yang lurus….mencari kebenaran yang hakiki……mencari kesejatian hidup namun hanya berujung kesia-siaan, karena mereka mencarinya di luar agama Islam. Namun sangat disayangkan ketika kebanyakan umat Is-lam yang telah mendapat anugerah teragung yang berupa agama Islam tidak menyadari-nya dan tidak mensyukurinya. Mereka lebih terbuai oleh pesona semu kehidupan dunia nan fana ini, dan melalaikan pesona terindah dari ajaran agama Islam !
Banyak agama yang disebarkan dengan cara-cara tidak sehat….tidak rasional….. bahkan cenderung menggunakan cara-cara kotor, seperti menipu, memakai jasa para du-kun dan jin-jin kafir, mengiming-imingi dengan beras, mie instant, jabatan dan uang, mengancam dan mengintimidasi, bahkan sampai menghamili terlebih dahulu wanita-wanita dari agama lain agar nantinya dapat dibujuk supaya masuk ke dalam agamanya. Memang dengan cara-cara kotor dan tidak lazim tersebut mereka berhasil mendapatkan banyak pengikut, namun kita akan katakana kepada mereka :
CARA-CARA KOTOR DAN TIDAK LAZIM DALAM PENYEBARAN SUATU AGAMA MENUNJUKKAN DENGAN PASTI AKAN KEBOBROKAN AGAMA YANG DISEBARKAN DENGAN CARA-CARA TERSEBUT !
Sedangkan Agama Islam melarang penggunaan cara-cara kotor dan tidak lazim tersebut, sebagaimana firman Alloh :
قُلْ : إِنَّ اللهَ لاَ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
“Katakan : “Sesungguhnya Alloh tidak pernah memerintahkan melakukan perbuatan keji !” ( Qs. Al-A’rof : 28 )
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Sesungguhnya Alloh itu Baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” ( HR. Muslim )
Agama Islam dengan tegas melarang penyebaran agama dengan cara-cara keji, licik, dan kotor ! Dan dengan tegas pula agama Islam melarang tindakan memaksa orang lain untuk masuk Islam, sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ , قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الغَيِّ
“Tidak ada paksaan dalam masuk agama Islam, karena telah jelas perbedaan antara petun juk dan kesesatan.” ( Qs. Al-Baqoroh : 256 )
Yaitu telah jelas bagi siapa yang mau berfikir dengan jernih perbedaan antara agama Is-lam yang lurus dengan agama-agama lain yang sesat. Dengan demikian Islam tidak mem-butuhkan cara-cara kotor dan cara-cara paksa dalam mengajak orang masuk Islam.
Dalam ayat yang lain Alloh Ta’ala berfirman :
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ , لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٌ
“Berilah peringatan, sesungguhnya engkau Hai Muhammad hanya lah seorang pemberi peringatan, engkau bukanlah seorang pemaksa !” ( Qs. Al-Ghosyiyah : 21 – 22 )
Bahkan seseorang yang masuk Islam dengan terpaksa, maka Islam nya TIDAK SAH ! Sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا , قَالُوْا : آمَنَّا بِاللهِ وَحْدَهُ وَ كَفَّرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِيْنَ , فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيْمَانُهُمْ لمَاَّ رَأَوْا بَأْسَنَا
“Ketika mereka melihat adzab Kami, mereka pun berkata : “Kami beriman kepada Alloh saja, dan kami mengingkari apa saja yang dahulu kami persekutukan !” Maka tidaklah bermanfa’at keimanan mereka ketika mereka telah melihat adzab kami.”
( Qs. Al-Mu’min : 84 – 85 )
Yaitu ketika adzab yang mereka dustakan datang, mereka pun terpaksa beriman, maka Alloh tegaskan bahwa iman mereka ketika itu sudah tidak berguna lagi.
Simak pula pernyataan keimanan Fir’aun ketika ditenggelamkan di lautan dalam firman Alloh Ta’ala berikut :
حَتىَّ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ , قَالَ : آمَنْتُ أَنَّهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ الَّذِيْ آمَنَتْ بِهِ بَنُوْا إِسْرَائِيْلَ , وَ أَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ , آلآنَ , وَ قَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَ كُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ
“hingga ketika Fir’aun ditenggelamkan, ia pun berkata : “Aku beriman bahwasannya ti-dak ada yang berhak disembah kecuali Tuhan Yang disembah oleh Bani Isroil, dan aku termasuk orang yang muslim !” Sekarang baru kamu berkata demikian, padahal sebelum-nya kamu durhaka dan termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan !”
( Qs. Yunus : 90 – 91 )
Lihatlah betapa malangnya Fir’aun yang baru menyatakan keimanan saat ditenggelamkan di lautan, di mana seandainya ia tidak ditenggelamkan maka ia pun tidak mungkin menya takan keimanannya. Maka keimanan Fir’aun yang karena terpaksa itu tidak berlaku dan tetaplah ia digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang kafir !
Sehingga agama Islam tidak pernah mengharap seseorang masuk Islam kecuali dengan kerelaannya sendiri dan bukan karena dipaksa atau pun terpaksa !
Namun kebodohan yang menjangkiti mayoritas umat Islam menyebabkan mereka membuta dan menganggap remeh kenikmatan yang agung ini. Dan keadaan tersebut be-nar-benar telah dimanfa’atkan oleh musuh-musuh Islam untuk memurtadkan kaum mus-limin dari agama Islam ini dengan berbagai tipu daya nan licik. Seandainya saja mereka mau mempelajari sedikit saja hakikat agama Islam, pastilah mereka tidak akan menjadi korban bujuk rayu agama lain yang sama sekali tidak mengandung pesona sedikit pun ju-ga. Berkata Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdur-Rohman bin Nashir As-Sa’di – rohimahul-loh – dalam kitab Ad-Durrotul-Mukhtashoroh fii Machaasinid-Diinil-Islam pada halaman ke-9 :
فَإِذَا كُشِفَ عَنْ بَعْضِ حَقَائِقِ هَذَا الدِّيْنِ صَارَ أَكْبَرَ دَاعٍ إِلَى قَبُوْلِهِ وَ رُجْحَانِهِ عَلَى غَيْرِهِ
“Bila dibuka sebagaian saja dari hakekat agama Islam ini, maka jadilah ia sebagai dai / penyeru terbesar untuk menerima agama ini dan memenangkannya atas agama yang lain-nya.”
Memang ajaran agama Islam memiliki sisi kesempurnaan yang mempesona yang seandai nya orang mau menelaahnya dengan hati yang bersih dan akal yang sehat niscaya ia akan terpikat selamanya kepada agama Islam.
KEMURNIAN ‘AQIDAH TAUHID
DALAM AJARAN AGAMA ISLAM
Tauhid yaitu prinsip tentang ke-Esa-an Sang Maha Pencipta, yaitu Alloh Subchaa nahu wa Ta’ala, yang diterapkan dengan pengakuan ke-Esa-an Alloh sebagai Tuhan Yang Mencipta, Yang Memiliki, dan Yang Mengatur alam semesta ini yang kemudian pe ngakuan ini direalisasikan dengan hanya menyembah dan menghambakan diri kepada Alloh semata, menta’ati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Agama Islam menjadikan prinsip TAUHID ini menjadi asas, inti dan puncak dari ajarannya. Sehingga Islam menjadi satu-satunya agama di dunia ini yang benar-benar mo notheisme, yaitu agama yang konsekuen menyembah hanya satu sesembahan saja. Aga-ma Islam menyatakan dengan tegas : Bila Pencipta langit, bumi dan alam raya ini hanya satu, yaitu Alloh semata, tidak ada selain Alloh yang memiliki andil dalam penciptaan alam raya ini, maka HANYA ALLOH SAJA YANG LAYAK UNTUK DISEMBAH, ka rena setiap apa yang ada di alam raya ini selain Alloh adalah makhluq ciptaan Alloh ! Makhluq tidak lah layak disejajarkan dengan Alloh Sang Pencipta, siapa pun dia dan apa pun kedudukannya, apakah malaikat yang dekat ataukah nabi yang diutus ataukah wali yang dimulyakan ! Apa pun mereka, tetaplah mereka adalah makhluq, tidak layak diberi-kan kepadanya hak-hak khusus milik Sang Pencipta, yaitu hak dipuja, disembah, dan men jadi tujuan penghambaan makhluq !
Marilah kita berfikir dengan hati yang jernih dan akal yang sehat, seandainya diri kita disamakan atau disejajarkan dengan anjing atau binatang lainnya, apa yang akan kita lakukan ? Jawabnya simple saja, yaitu kita pasti akan marah. Kenapa ? Karena kita mera-sa lebih sempurna dan lebih mulia daripada binatang. Perhatikanlah hakekat jawaban kita tersebut ! Bukankah kita dengan binatang sama-sama makhluq ciptaan Alloh, hanya saja binatang tidak memiliki kesempurnaan dan kemuliaan sebagaimana yang Alloh berikan kepada kita. Perbedaan inilah yang menyebabkan kita marah seandainya diri kita disama-kan atau disejajarkan dengan binatang ! Kalau demikian, layakkah kita sejajarkan makh-luq dengan sang Pencipta-nya ?! Layakkah kita perlakukan makhluq yang tidak memiliki andil apa pun dalam penciptaan langit dan bumi sebagaimana kita berlaku di hadapan Al-loh Sang Pencipta tunggal alam raya ! Pernahkah kita memikirkan hal ini ?
Karena itu agama Islam sangat memperhatikan masalah tauhid, karena semua aga ma selain Islam sudah bertindak zhalim kepada Sang Pencipta dengan memperlakukan sebagian makhluq seperti Tuhan Pencipta alam semesta, seperti dengan memujanya, me-nyembahnya, memintainya, dan sebagainya.
Tidak ada di dunia ini agama yang benar-benar monotheisme kecuali agama Is-lam. Mari kita lihat bukti nyata kebenaran pernyataan ini !
Agama Kristen, baik Katholik, Protestan, Orthodox, atau pun aliran yang lainnya semua meyakini bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah trinitas, yaitu satu tuhan yang terdiri dari tiga oknum, yaitu tuhan Bapa, tuhan anak, dan Rohul-Qudus. Dan Alloh Pen-cipta alam semesta hanya salah satu dari ketiga oknum tuhan tersebut, yaitu tuhan Bapa. Selain menyembah Alloh yang mereka sebut Tuhan Bapa, mereka pun menyembah Nabi ‘Isa atau Yesus yang mereka sebut sebagai tuhan anak, dan mereka juga menyembah kepada Roh Qudus. Bahkan dalam agama Katholik dan beberapa aliran agama Kristen lainnya, Maryam atau Bunda Maria pun ikut pula disembah. Ini semua adalah bukti yang paling nyata bahwa agama Kristen bukan lagi monotheisme, namun sudah berubah men-jadi polytheisme yaitu penyembah banyak tuhan.
Siapa saja yang mau dengan jujur meneliti sejarah gereja, maka ia akan dapati ba-nyak keganjilan yang menunjukkan bahwa agama Kristen yang ada sekarang ini bukan la gi agama Nashrani yang pernah diajarkan Nabiyulloh ‘Isa as. Sesungguhnya yang perta-ma kali mempropagandakan ajaran trinitas adalah Paulus atau Saulus atau Bulus yang ketika itu hanya didukung oleh 318 uskup dan sebenarnya ditentang oleh 1.730 uskup. Namun anehnya, pendapat St. Paul tersebut lah yang kemudian diakui dan dijadikan ‘aqidah semua umat Kristiani di seluruh belahan dunia hingga saat ini !
Keanehan lainnya dari ajaran Paulus ini dapat terbaca dengan jelas bilamana kita mau menelaah Injil atau Bible dengan jujur dan hati yang bersih ! Dalam Injil Matius dise butkan bahwa ‘Isa adalah keturunan Salomo bin Daud, anak manusia, hamba Alloh dan anak Alloh. Dalam Injil Lukas disebutkan bahwa ‘Isa keturunan Natan bin Daud, Raja orang Yahudi, anak Alloh, bahkan sebagai cicit Alloh karena Adam dalam Injil Lukas dikatakan sebagai anak Alloh. Dalam Injil Markus disebutkan bahwa ‘Isa itu adalah tuhan itu sendiri, anak Alloh, anak manusia dan Raja orang Yahudi. Sedangkan dalam Injil Yohanes disebutkan bahwa ‘Isa adalah anak Alloh, anak tunggal Alloh, Raja dan manusia biasa. Apakah anda tidak menemukan keganjilan yang teramat terang di sini ?!
Sekarang mari kita tengok agama Yahudi, ternyata di dalam agama Yahudi ajaran monotheisme pun telah sirna dan berganti menjadi agama polytheisme, yaitu ketika ‘Uzair mereka yakini sebagai anak Alloh, kemudian mereka menyembahnya di samping mereka menyembah Alloh.
Dalam agama Hindu, tuhan sesembahan mereka banyak jumlahnya, namun yang terbesar adalah apa yang mereka sebut Trimurti, yaitu Brahma Sang Pencipta, Wisnu Sang Pemelihara, dan Syiwa Sang Penghancur. Sehingga tampak jelas prinsip poli-theisme agama Hindu ini.
Demikian pula dalam agama Budha maupun berbagai agama yang terbentuk dari suatu faham filsafat yang lainnya, seperti agama Khong Hu Chu, agama Tao, agama Lama dan lain-lainnya yang bila kita lihat ternyata sesembahan mereka banyak sekali berupa dewa-dewi dan orang-orang suci mereka.
Begitulah fakta nyata yang tidak mungkin dibantah lagi bahwa hanya agama Is-lam yang benar-benar monotheisme, yang benar-benar menerapkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada pun selain agama Islam adalah polytheisme murni atau polytheisme yang bersembunyi di balik kedok pengakuan palsu monotheisme-nya !
KEMURNIAN AJARAN AGAMA ISLAM
Berbicara tentang keorisinilan atau kemurnian ajaran agama yang ada di dunia ini, maka pastikan bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang masih orisinil, masih asli be-lum tersentuh tangan-tangan nakal yang lancang merubah ajaran agama nan suci seperti yang terjadi pada ajaran agama di luar Islam. Marilah kita buktikan kebenaran pernyataan ini dengan hati yang lapang dan akal yang sehat !
Keaslian atau keorisinilan suatu agama dapat dilihat dari keaslian sumber ajaran-nya. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang pertama dan utama dari sejak pertama kali diturunkan hingga hari ini tetap terjaga dan tidak mengalami perubahan sedikit pun baik bunyi maupun maknanya. Semua itu karena Al-Qur’an telah dihafal dan telah ditulis sejak masih dalam proses turunnya. Setiap tahunnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam se lalu melakukan pengecekan terhadap bacaan dan hafalan Al-Qur’an para shahabatnya, bahkan beliau sendiri setiap bulan Romadhon pada setiap tahunnya selalu dicek hafalan dan bacaannya oleh Malaikat Jibril as.
Sepeninggal Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yaitu pada masa Pemerintahan Kholifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, atas usul inisiatif dari ‘Umar bin Al-Khoththob ra di bentuk sebuah panitia untuk melakukan pengumpulan Al-Qur’an, dan ditunjuklah Zaid bin Tsabit ra sebagai ketuanya. Pengumpulan Al-Qur’an tersebut dilakukan dengan sa-ngat teliti dan hati-hati, yang mana untuk setiap ayatnya harus dibuktikan dengan adanya minimal sebuah tulisan dan hafalan minimal 2 orang shahabat. Dan setelah selesai lalu mushhaf Al-Qur’an tersebut disimpan oleh Kholifah Abu Bakar ra. Sepeninggal Abu Ba-kar ra, mushhaf disimpan oleh Kholifah berikutnya yaitu ‘Umar bin Al-Khoththob ra. Se-telah ‘Umar wafat, mushhaf disimpan oleh Hafshoh binti ‘Umar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Pada masa Kholifah ‘Utsman bin Al-‘Affan ra di mana ketika itu agama Islam te-lah tersebar luas di berbagai belahan dunia yang menggunakan berbagai dialek bahasa yang berbeda-beda, muncullah berbagai macam perbedaan dialek dalam membaca Al-Qur’an. Kejadian ini menginspirasi Hudzaifah bin Al-Yaman ra untuk mengusulkan ke-pada Kholifah ‘Utsman bin Al-‘Affan untuk menyalin mushhaf yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar ra dengan menyeragamkan dialek bahasa dalam baca-annya lalu disebarkan ke berbagai negeri Islam sebagai patokan di negeri-negeri tersebut dalam membaca Al-Qur’an sesuai dengan aslinya ketika pertama kali turun. Maka kembali di bentuk panitia penulisan Mushhaf Al-Qur’an dan kembali Zaid bin Tsabit ra ditunjuk untuk mengepalai panitia tersebut. Mushhaf hasil salinan tersebut disebarkan ke berbagai negeri Islam. Dan terus meneruslah Al-Qur’an disalin dalam beribu-ribu bahkan berjuta mushhaf di berbagai negeri kaum muslimin hingga hari ini. Setiap mushhaf Al-Qur’an yang akan diterbitkan oleh proyek penerbitan mushhaf Al-Qur’an di negeri mana pun mesti diperiksa terlebih dahulu oleh sebuah penitia, yang di negeri kita dikenal de-ngan nama Lajnah Pentashhih Al-Qur’an. Dengan demikian keaslian Al-Qur’an tetap terjaga. Memang pernah ada beberapa kali terjadi usaha pemalsuan Al-Qur’an baik dengan dikurangi atau pun ditambahi, tapi alhamdulillah setiap usaha keji tersebut selalu berhasil dibongkar dan sekaligus menjadi bukti kebobrokkan agama lain yang berupanya dengan cara kotor ini untuk memurtadkan kaum muslimin agar masuk agama mereka !
Tidak hanya itu, Al-Qur’an yang dinyatakan sah sebagai bacaan dan ilmu adalah yang diriwayatkan secara mutawatir, yaitu harus diriwayatkan oleh orang banyak dari orang banyak yang banyaknya jumlah mereka mustahil menurut adat terjadi kesepakatan dusta di antara mereka baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Bacaan Al-Qur’an yang tidak mutawatir, meski pun riwayatnya shohih tetap tidak boleh dijadikan bacaan dan hanya boleh dijadikan sebagai tafsir semata. Apalagi bacaan yang syadz atau terdapat kejanggalan atau kelemahan dalam periwayatannya, maka harus ditolak baik sebagai ba-caan atau pun sebagai ilmu atau tafsir ! Hal ini semakin menunjukkan menunjukkan akan keaslian dan kemurnian Al-Qur’an.
Demikian pula sumber ajaran Islam yang kedua, yaitu Hadits Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam yang juga telah terjaga dari sejak awalnya. Semasa hidup Rosululloh me mang tidak semua orang boleh menulis hadits. Larangan menulis hadits bagi kalangan umum dengan tujuan agar tidak tercampur antara tulisan Al-Qur-‘an dengan tulisan Hadits. Hanya beberapa orang yang diyakini tidak akan tercampur antara tulisan Al-Qur’an dan tulisan Hadits saja yang diperkenankan untuk menulis hadits. Selain orang-orang ini hanya boleh meriwayatkan hadits dengan hafalan. Begitu pula pada masa Al-Khulafa’ Ar-Rosyidun dan awal Pemerintahan Bani Umayyah. Barulah ketika ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz dilantik sebagai Kholifah, beliau menginstruksikan penulisan hadits Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Tindakan ini dilakukan ketika mushhaf Al-Qur’an telah tersebar luas sehingga aman dari kemungkinan tercampur dengan Hadits Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Langkah Kholifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz ini diikuti oleh para ‘ulama lainnya yang juga melakukan pengumpulan hadits dengan inisiatif sendiri-sendiri, seperti yang dilakukan oleh Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Namun sebelum terjadi aktivitas pengumpulan hadits, sesungguhnya telah terjadi upaya pemalsuan hadits oleh banyak pihak dengan berbagai tujuan dan maksud. Oleh karena itu para ‘ulama Ahli Hadits menetapkan suatu kaidah yang agung dalam menyeleksi hadits-hadits Nabi shol-lallohu ‘alaihi wa sallam sehingga akan dapat dipisahkan hadits-hadits yang sah dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dari hadits-hadits yang palsu atau diduga palsu. Kaidah ini dikenal dengan Ilmu Mushtholah Hadits dengan berbagai macam cabang disiplin ilmu- nya. Suatu hadits baru dinyatakan sah untuk dipakai sebagai ilmu bila memenuhi kriteria : semua perowinya harus orang yang ‘adil dan memiliki mutu hafalan yang tinggi, sanad atau susunan para perowinya harus bersambung, serta tidak terdapat cacat dan kejang-galan yang dapat menodai keabsahan hadits tersebut. Bila suatu hadits memenuhi kriteria tersebut barulah dinyatakan sah dijadikan sebagai ilmu dan sumber ajaran Islam, bila tidak maka harus ditolak. Lalu bermunculanlah para ‘ulama yang hanya mengumpulkan hadits-hadits yang shohih saja, di antaranya yaitu Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim. Bahkan pada setiap zaman pasti memiliki seorang pakar kritikus hadits yang terus ber-upaya memelihara kemurnian dan keaslian hadits dari tangan-tangan jahil.
Coba bandingkan dengan penjagaan kitab-kitab suci agama lain. Kitab Taurat dan Zabur atau yang dikenal dalam Bible sebagai Perjanjian Lama, diakui sudah tidak keta-hui lagi siapa yang menulisnya dan kapan ditulisnya. Kekaburan sejarah penulisan kitab Taurat menunjukkan keaslian kitab suci agama Yahudi tersebut patut dipertanyakan !
Demikian pula kitab Injil atau Bible yang sejarah penulisannya pun kabur. Bah-kan alasan ilmiah kenapa hanya memakai 4 buah injil saja sementara berpuluh-puluh injil lainnya dilarang dibaca atau diharamkan untuk dipelajari, adalah perkara yang samar dan tidak diketahui kecuali hanya dengan dugaan dan rekaan saja yang bisa saja berubah-ubah sesuai selera penjawabnya. Mari kita lihat dengan jujur dan obyektif !
Pernahkah ada dalam sejarah seorang nabi yang dahulunya seorang penjahat atau seorang bajingan ? Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa seorang Nabi sebelum dia men-jadi nabi adalah sebuah pribadi yang terjaga dari segala perbuatan yang tercela, sehingga tidak mungkin ada nabi dengan masa lalu seorang bandit atau seorang musuh Alloh ! La-lu siapa Saulus sebelum ia mengaku-aku sebagai seorang nabi ? Apakah kalian tidak ta-hu kalau Saulus dahulunya adalah musuh besar Nabi ‘Isa as dan antek Yahudi yang sangat bernafsu untuk menangkap dan membunuh Nabi ‘Isa ?! Pantaskah musuh Alloh, musuh Nabi dan antek musuh Alloh di kemudian hari mengaku mendapat wahyu untuk meneruskan ajaran Nabi yang ia pernah musuhi ? Masuk akalkah ?
Lihat pula siapa Markus ? Ia dahulunya adalah seorang Yahudi yang kemudian masuk nashrani dan belajar kepada salah satu hawariyyun. Jadi mungkinkah ia bisa menulis kitab Injil, sedangkan ia tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi ‘Isa ?
Lucas, siapa dia ? Dia murid asli Saulus, tidak pernah bertemu dengan Nabi ‘Isa bahkan tidak pernah belajar kepada satu hawariyyun pun. Mungkinkah ia bisa menulis ki-tab Injil ? Padahal Injil adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa !
Yohanes, siapa pula dia ? Pendapat yang paling benar, ia hanyalah seorang siswa dari sekolah Alexandria. Mungkinkah ia mampu menulis Injil, padahal ia tidak bertemu dengan Nabi ‘Isa maupun para hawariyyun ?
Dan satu-satunya di antara penulis Injil yang 4 yang pernah bertemu Nabi ‘Isa as hanyalah Matius. Itu pun pertemuan mereka tidaklah lama. Dan sekarang mari kita lihat derajat keilmiahan injil Matius ini ! Injil Matius ini sekali pun ditulis oleh salah satu mu-rid Nabi ‘Isa as, namun periwayatan Injilnya tidak terkenal sampai akhir abad II. Kapan pertama kali Injil Matius ditulis pun tidak ada yang mengetahui. Bahkan yang lebih parah lagi, ternyata Injil Matius yang tertua yang pernah ditemukan sudah berbahasa Yunani, padahal mestinya Injil itu berbahasa Ibroni karena Nabi ‘Isa berasal dari Bani Isroil yang menggunakan bahasa Ibroni ! Memang dari ke-4 injil yang disahkan oleh gereja tidak ada satu pun yang berbahasa Ibroni, yang tertua yang pernah ditemukan sudah berbahasa Yunani. Ditambah lagi dalam agama Kristen dibolehkan Injil ditulis dalam berbagai bahasa tanpa mencantumkan bahasa aslinya yang memang tidak pernah dijumpai. Pada-hal penerjemahan kata dari satu bahasa ke bahasa yang lainnya rawan terjadi pergeseran makna yang terkadang tidak bisa dipandang remeh. Oleh karena itu dalam agama Islam ayat-ayat Al-Qur’an adalah yang berbahasa ‘arab, sedangkan terjemahan tidak disebut sebagai Al-Qur’an tapi disebut dengan pemaknaan dari Al-Qur’an. Dan dalam setiap pe-nerjemahan Al-Qur’an walaupun hanya sebuah ayat, harus mencantumkan lafazh aslinya yang berbahasa ‘arab, agar bila terjadi kesalahan dalam penerjemahan atau kekurang- tepatan dalam pemakaian kata dalam terjemahannya bisa segera dirujuk ke bunyi aslinya yang berbahasa ‘arab. Bandingkan dengan Injil yang tidak menerapkan hal demikian ! Tentu perubahan makna pasti terjadi, apalagi bila penerjemahan ke suatu bahasa adalah melalui terjemahan pula tidak langsung dari teks bahasa aslinya !
Begitu pula kitab-kitab agama lainnya yang kebanyakannya sudah tidak diketahui lagi sejarah penulisannya, dan memperhatikan keabsahan dari Kitab sucinya. Dengan demikian hanya agama Islam yang sumber-sumber ajarannya masih terjaga dengan baik yang menunjukkan bahwa hanya agama Islam yang ajarannya masih orisinil, asli sebagaimana pertama kali diturunkan.
KEILMIAHAN AJARAN AGAMA ISLAM
Seandainya kita hendak mencari suatu agama di dunia benar-benar menekankan aspek keilmiahan dalam setiap detil ajarannya, maka kita hanya akan menemukan Islam sebagai satu-satunya agama yang Ilmiyyah dan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah. Da-lam agama Islam dikenal satu prinsip yang jelas bahwa AKAL YANG SEHAT AKAN SELALU SELARAS DENGAN WAHYU YANG SHOHIH, DAN WAHYU DAN AKAL YANG SEHAT AKAN SELALU BERIRINGAN DAN TIDAK AKAN BERTENTANGAN SATU SAMA LAIN UNTUK SELAMA-LAMANYA.
Satu bukti nyata yang menunjukkan sisi keilmiahan ajaran agama Islam yang ti-dak dimiliki oleh agama mana pun yaitu setiap tindakan, perkataan dan perbuatan seo-rang muslim harus disandarkan kepada ilmu yang benar. Alloh Ta’ala berfirman :
وَ لاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ , إِنَّ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ وَ الْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُوْلاً
“Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, karena pende-ngaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggung jawaban tentangnya.”
( Qs. Al-Isro’ : 36 )
Dalam agama Islam seorang muslim sebelum berkata sesuatu atau sebelum melakukan sesuatu wajib baginya untuk mengilmuinya terlebih dahulu, yaitu mengetahui ilmu atau dasar landasan atas tindakannya. Sebagaimana seseorang yang hendak menyetir kendara-annya, maka sebelum ia mengendarainya ia mesti harus mempelajari ilmu tentang cara mengendari kendaraan tersebut. Demikian pula dalam melakukan suatu amalan ‘ibadah, maka ia mesti mengetahui dalil atau landasan hukum dari amalan yang ia kerjakan, seba-gaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami maka amalannya tertolak.” ( HR. Muslim )
Sifat ilmiah dari agama Islam ini akan lebih jelas lagi bila kita mengetahui sikap para ulama umat ini yang dengan tegas melarang umat Islam dari sikap taqlid, yaitu sikap ikut-ikutan tanpa mengetahui ilmu atau dalilnya. Mari kita simak beberapa perkataan pa-ra ulama kaum muslimin yang melarang umat dari bertaqlid kepada mereka !
Berkata Al-Imam Abu Hanifah Imam Besar Madzhab Hanafi :
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِيْلِيْ أَنْ يُفْتِيْ بِكَلاَمِيْ
Haram atas siapa pun yang tidak mengetahui dalilku untuk berfatwa dengan pendapatku !
Berkata Al-Imam Malik bin Anas Imam Besar Madzhab Maliki :
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِيْءُ وَ أُصِيْبُ , فَانْظُرُوْا فِيْ رَأْيِيْ ! فَكُلُّ مَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَخُذُوْهُ , وَ كُلُّ مَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَ السُّنَّةَ فَاتْرُكُوْهُ
“Aku ini hanya manusia biasa, aku terkadang salah dan terkadang benar, maka telitilah pendapatku ! Setiap apa yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, ambillah ! Dan se tiap apa yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, tinggalkanlah !”
Berkata Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Imam Besar Madzhab Syafi’i :
إِذَاَ قُلْتُ قَوْلاً , فَاعْرِضُوْهُ عَلََى كِتَابِ اللهِ وَ سُنَّةِ رَسُوْلِهِ , فَإِنْ وَافَقَهُمَا فَاقْبَلُوْهُ , وَ مَا خَالَفَهُمَا فَرُدُّوْهُ وَ اضْرِبُوْا بِقَوْلِيْ عَرْضَ الْحَائطِ
“Bila aku mengatakan suatu pendapat, maka cocokkan dengan Kitabulloh dan Sunnah Ro sul-Nya ! Bila sesuai dengan keduanya, terimalah ! Dan apa saja yang menyelisihi kedua-nya, tolaklah dan campakkan pendapatku itu keluar pagar !”
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal Imam Besar Madzhab Hambali :
لاَ تُقَلِّدْنِيْ وَ لاَ تُقَلِّدْ مَالِكًا وَ لاَ الشَّافِعِي وَ لاَ الأَوْزَاعِي وَ لاَ الثَّوْرِي , وَ خُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوْا
“Jangan kamu taqlid kepadaku, jangan kamu taqlid kepada Imam Malik, jangan kepada Imam Syafi’i, jangan kepada Imam Auza’I, dan jangan pula kepada Imam Tsuri, ambil-lah dari mana mereka mengambil !”
Sehingga dalam agama Islam seorang muslim yang mengamalkan suatu ritual ‘ibadah ha-rus mengetahui dalil dari ritual ibadah tersebut, baik dalil dari Al-Qur’an ataupun dari ha-dits-haduts Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam yang shohih.
Agama Islam sangat membenci taqlid buta, sebagaimana firman Alloh Ta’ala ketika memberitakan tentang ahli neraka dan penyesalan mereka akibat sikap taqlid butanya :
وَ قَالُوْا : لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِيْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
“Mereka berkata : Seandainya dahulu kami mau mendengar atau berfikir tentu kami tidak akan menjadi penghuni neraka Sa’ir !” ( Qs. Al-Mulk : 10 )
Seseorang yang amalannya semata-mata taqlid atau sekedar ikut-ikutan mereka pun akan menerima siksa qubur, karena di antara pertanyaan qubur yang akan ditanyakan kepada mayit adalah : مَا عِلْمُكَ ؟ ( Apa ilmumu ? )
Seorang yang amalannya berdasarkan ilmu akan menjawab :
قَرَأْتُ كِتَابَ اللهِ , فَآمَنْتُ بِهِ وَ صَدَّقْتُ
“Aku membaca Kitabulloh, lalu aku beriman dengannya dan membenarkannya.”
[ HHR. Abu Dawud ]
Namun seseorang yang amalannya sekedar ikut-ikutan, dia akan menjawab :
سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُوْلُوْنَ قَوْلاً فَقُلْتُهُ
“Aku mendengar manusia mengatakan suatu perkataan maka aku pun ikut mengatakan-nya.” [ HSR. Ibnu Majah ]
فَيُفْرَجُ لَهُ قِبَلَ الْجَنَّةِ , فَيَنْظُرَ إِلَى زَهَرَتِهَا وَ مَا فِيْهَا , فَيُقَالُ : اُنْطُرْ إِلَى مَا صَرَّفَهُ اللهُ عَنْكَ !
“Kemudian dibukakan baginya celah menuju Syurga, maka ia pun melihat kepada bunga-bunga syurga dan apa saja yang ada di dalamnya, kemudian dikatakan kepadanya : “Lihat lah kepada apa yang Alloh telah palingkan kamu darinya !”
ثُمَّ يُفْرَجُ لَهُ فُرْجَةٌ قِبَلَ النَّارِ , فَيَنْظُرَ إِلَيْهَا , يَحْطِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا , فَيُقَالُ لَهُ : هَذَا مَقْعَدُكَ , عَلَى الشَّكِّ كُنْتَ , وَ عَلَيْهِ مِتَّ وَ عَلَيْهِ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى
“Kemudian dibukakan baginya celah menuju neraka, maka ia pun melihat ke dalamnya, sebagiannya menghantam sebagian lainnya, lalu dikatakan kepadanya : “Inilah tempat kembalimu, karena dahulu kamu berada di atas keraguan, kamu mati di atasnya, dan kamu dibangkitkan di atasnya pula insya Allohu Ta’ala.”
Bandingkan dengan agama di luar Islam, yang mereka tidak pernah memikirkan apakah amalan yang mereka kerjakan benar-benar ada petunjuknya dari kitab suci mereka atau dari perintah nabi-nabi mereka ! Amalan mereka semata-mata hanya mengikuti ucapan para pendeta atau rahibnya tanpa boleh mempertanyakannya. Hal ini berbeda dengan apa yang ada dalam agama Islam, di mana setiap orang yang meminta fatwa kepada seorang ‘ulama dia berhak bahkan wajib meminta dalil dari fatwa ulama bersangkutan, tidak cu-kup sekedar fatwa namun harus memiliki sandaran dalil yang jelas. Inilah perbedaan nya-ta antara agama Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah dengan agama selain Is-lam yang mengabaikan akan hal ini.
‘Adi bin Hatim ra pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam membaca ayat :
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَ رُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ ( التوبة : 31 )
“Orang-orang Nashrani telah menjadikan para ahli ilmu dan ahli ibadah mereka sebagai tuhan-tuhan selain Alloh.” ( Qs. At-Taubah : 31 )
فَقُلْتُ لَهُ : إِنَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُمْ !
Maka aku ( yaitu ‘Adi bin Hatim ) berkata kepada beliau : “Sesungguhnya kami dahulu tidak menyembah kepada mereka !”
قَالَ : أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُوْنَهُ ؟ وَ يُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَتُحِلُّوْنَهُ ؟
Rosululloh bersabda : “Bukankah mereka telah mengharamkan apa yang telah Alloh ha-lalkan lalu kalian ikut mengharamkannya ? Dan mereka menghalalkan apa yang Alloh ha ramkan kemudian kalian pun ikut menghalalkannya ?”
قُلْتُ : بَلَى . قَالَ : فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ
Aku ( yaitu ‘Adi ) menjawab : “ Ya memang begitu.” Lalu Rosululloh bersabda : “Itulah ibadah mereka kepada para ahli ilmu dan ahli ibadahnya !” ( HHR. Ahmad dan Tirmidzi )
Demikianlah kenyataan yang ada di luar agama Islam, yaitu patuh dan tunduk kepada pa-ra pendeta dan para rahib tanpa mempedulikan apakah perkataan pendeta atau rahib ter-sebut selaras dengan kitab sucinya atau sabda nabinya ataukah malah bertentangan !
Dalam agama Islam seorang muslim tidak hanya berkewajiban menanyakan dalil suatu fatwa kepada ulama bersangkutan, bahkan seseorang dibolehkan mengkritik panda-pat seorang ulama yang keliru, tentu dengan cara yang santun. Sebagaimana sabda Rosu-lulloh shollallohu ‘alaihi wa sallam :
اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ, قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَال : لِلّهِ وَ لِكِتَابِهِ وَ لِرَسُوْلِهِ وَ ِلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ عَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Lalu kami ( yakni para shahabat ) bertanya : “ Untuk siapa ?” Rosululloh menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, mengikuti Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya, nasihat bagi para pemimpin kaum muslimin dan orang awamnya.” ( HR. Muslim )
Pemimpin kaum muslimin meliputi umaro’ dan ‘ulama’.
Sedangkan dalam agama di luar Islam, mempertanyakan dalil suatu ritual ibadah sudah di anggap tabu, apalagi mengkritiknya ! Kejadian renaissance di Eropa yang berawal dari be Martin Luther dan orang-orang yang seide dengannya yang mengkritik beberapa ritual gereja yang tidak masuk akal akhirnya berujung dengan pengkafiran, pengejaran dan pembunuhan yang dilakukan oleh pengikut gereja lama yang kemudian dikenal dengan orang-orang Katholik terhadap para pengikut Martin Luther yang kemudian dikenal dengan orang-orang Protestan. Mengkritik beberapa ritual gereja saja bias berujung pertumpahan darah yang menelan ribuan orang, bagaimana seandainya ada yang meng-kritik konsep trinitas yang jauh lebih tidak masuk akal lagi ! Apa yang akan terjadi ?
ISLAM BUKAN TERORIS DAN TERORIS BUKAN ISLAM
Demikian beberapa keindahan agama Islam yang memikat dan mempesona bagi orang-orang yang memiliki hati yang bersih dan akal yang jernih dan sehat. Masih ba-nyak keindahan dan bukti-bukti kesempurnaan agama Islam lainnya yang tidak akan cu-kup di bahas pada kesempatan kali ini.
Namun sayangnya pada akhir-akhir ini agama Islam sering disudutkan oleh orang orang yang benci dengan Islam dengan berbagai macam fitnahan yang keji. Sebenarnya bagi mereka yang mau berfikir secara merdeka mereka akan menemukan keganjilan pada tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada agama Islam, karena memang tuduhan terse-but benar-benar salah alamat ! Tuduhan-tuduhan keji tersebut dilontarkan semata-mata ka rena keiri-dengkian mereka terhadap Islam yang telah dan terus akan memikat banyak orang di dunia ini. Sebagaimana kebiasaan orang licik yang sudah kehabisan akal dan ca-ra dalam menjatuhkan pihak yang dianggap sebagai lawannya, maka mereka pun me-nempuh cara pamungkas, yaitu melontarkan berbagai tuduhan dan fitnahan yang tanpa bukti. Dengan segala daya upaya mereka berusaha menguasai opini publik untuk mencip-takan image bahwa Islam adalah agama teroris. Dan memang banyak orang yang menjadi korban penipuan dan propaganda dusta mereka. Namun kebenaran tidak akan mati hanya karena hujatan dan fitnahan yang tanpa dasar itu, sebagaimana kemilau emas tidak akan pudar hanya karena disebut oleh orang-orang sebagai rongsokan biang karat !
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَ سَبْعُوْنَ شُعْبَةً , أَعْلاَهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ وَ الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ
“Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang, cabang tertinggi yaitu ucapan Laa ilaaha illalloh dan cabang terendah yaitu menyingkirkan duri dari jalanan, dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” ( HR. Muslim )
Perhatikanlah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tersebut : menyingkirkan duri dari jalanan yang merupakan amalan yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang ternyata di dalam agama Islam malah dianggap penting dan dikategorikan sebagai cabang dari iman, sehingga setiap muslim yang mengaku beriman wajib baginya menyingkirkan duri dari tengah jalan agar tidak mengganggu pelalu-lalang. Lihatlah, betapa agama Islam sangat peka dengan kepedulian sosial, sehingga seonggok duri di jalanan mesti disingkir-kan agar setiap pengguna jalan yang lewat, apakah ia seorang muslim atau seorang non-muslim bahkan seekor binatang tidak terluka oleh duri yang berada di tengah jalan terse-but. Maka agama yang demikian peduli dengan keselamatan orang lain bahkan yang lain agama sekalipun, mungkinkah memerintahkan umatnya untuk berbuat kerusuhan, teror, dan pengeboman ?! Bahkan dalam hadits yang lain Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْمُؤْمِنْ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَاِئهِمْ وَ أَمْوَالِهِمْ ( صحيح رواه النسائي و الترمذي و أحمد و غيرهم )
“Seorang mu’min yaitu orang yang manusia merasa aman dari gangguannya terhadap da-rah dan harta mereka.” ( HSR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai , dll )
Dan masih banyak hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, yang kesemua-nya menunjukkan bahwa Islam berlepas-diri dari tindakan kaum teroris tersebut.
Demikian penjelasan singkat kami tentang keindahan Islam yang penuh pesona nan memikat. Sekali pun berbagai fitnah dan tuduhan keji disalah-alamatkan kepada aga-ma nana agung ini, namun di mata orang-orang yang jujur, jernih hatinya dan sehat akal-nya agama Islam tetap sebuah pesona nan memikat.
وَ آخِرُ دَعْوَنَا الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ صَلّى اللهُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ و َ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous