Pertama: Asas kerelaan dari semua pihak yang terkait (‘An Taradhin). (QS. An-Nisa’: 29) demikian pula sesuai hadits Nabi saw.: “Sesungguhnya transaksi jual beli itu harus atas dasar kerelaan” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi) Oleh karena itu menurut Imam al-Qurthubi, setiap transaksi yang dilakukan karena unsur paksaan dan tekanan tidak sah (Tafsir al-Qurthubi, II/32) kecuali dalam hal masyarakat publik ataupun negara membutuhkan adanya transaksi jual-beli barang atau jasa dengan harga standar terutama karena adanya faktor pelanggaran etika bisnis seperti penimbunan sembako sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Ibnul Qayyim (Ath-Thuruq al-Hukmiyah, hal. 279)
Kedua : Larangan praktik penipuan, kecurangan dan pemalsuan. Hal ini termasuk memakan harta orang lain secara batil maka transaksinya batal demi hukum. (QS. Al-Muthaffifin:1-5, Al-Anfal: 27, An-Nisa’:29) Oleh karena itu Nabi saw sangat mengecam praktik berbagai kecurangan tersebut dalam segala bentuk dan media bisnisnya dengan sabdanya: “Barang siapa yang melakukan penipuan ia bukan termasuk golongan kami” (HR. Muslim) Termasuk dalam hal ini adalah sumpah, janji, iklan, penawaran dan promosi dengan barang/jasa ataupun harga palsu. Sabda Nabi saw.:“Wahai para pebisnis jauhilah kebohongan.”(HR. Ath-Thabrani) Salah seorang dari tiga golongan yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat adalah orang yang menjual komoditinya dengan cara berbohong (HR. Muslim). Ketika seorang Arab badui melewati rombongan sahabat dengan membawa kambing dan ditawar dengan tiga dirham ia mengatakan “Demi Allah tidak saya akan menjualnya dengan tiga dirham” namun kemudian ia menjualnya juga dengan harga tersebut kepada orang lain, maka Nabi saw mengatakan: “Orang itu telah menjual akhirat dengan dunianya.” (HR. Ibnu Hibban)
Ketiga : Tradisi, prosedur, sistem, konvensi, norma, kelaziman dan kebiasaan bisnis yang berlaku (‘urf) yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti praktik riba dan spekulasi merupakan asas pengikat dan komitmen transaksi bisnis dan perdagangan, sebagaimana dikemukakan oleh Dr Musthafa Az-Zarqa’ dalam Al-Fiqh al-Islami fi Tsaubihil Jadid (I/57) Hal ini berdasarkan kaidah fiqih: “Tradisi yang berlaku di kalangan pebisnis diakui sebagai komitmen lazim yang mengikat” (Ibnu Nujaim, al-Asybah wan Nadzair, 99)
Keempat : Berdasarkan niat dan itikad yang baik serta menghindarkan kelicikan dan akal-akalan (moral hazard) dengan mencari celah hukum dan ketentuan yang seharusnya. Nabi saw bersabda.: “Janganlah kalian melakukan pelanggaran seperti kelakuan kaum Yahudi, yaitu kalian membolehkan larangan dengan muslihat apapun.” Mental culas seperti ini dilakukan kaum Yahudi terhadap larangan Allah lemak bagi mereka, lalu mereka menjadikannya minyak dan dijualnya kemudian memakan hasil penjualannya, maka Allah melaknat mereka. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima: Deal (kesepakatan) transaksi dilangsungkan dengan serius, konsekuen, komit dan konsisten, tidak boleh main-main dan mencla-mencle, sebab menurut Nabi saw umat Islam itu terikat dengan perjanjian dan kesepakatan yang mereka lakukan (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Keenam : Transaksi harus berdasarkan prinsip keadilan dan toleransi. (QS. An-Nahl:90, Al-Baqarah: 280) Nabi saw. bersabda: “Semoga Allah merahmati seseorang yang berlaku toleran jika menjual, membeli, menuntut dan menunaikan kewajiban.” (HR. Bukhari)
Ketujuh : Tidak dibolehkan melakukan transaksi dengan cara, media dan objek transaksi yang diharamkan Islam baik barang maupun jasa seperti; riba (bunga), menimbun, ketidakpastian objek transaksi (gharar), makan dan minuman haram, segala hal yang menjurus pelanggaran moral dsb. Selain itu, selama transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah maka ketentuan Islam berlaku fleksibel, dinamis dan inovatif dalam hal muamalat karena Allah menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya yang diberi mandat dan kebebasan untuk melakukan pemakmuran bumi dengan mengikuti petunjuk-Nya.
Sebelum menjawab pertanyaan mengenai hukum E-commerce ada baiknya kita mengenali kemajuan teknologi perdagangan dan bisnis yang menggunakan media elektronik yang akhir-akhir ini memang semakin berkembang dan marak di Indonesia agar kita mendapatkan gambaran masalah sesuai kaidah fiqih: “Al-Hukmu ‘Alasy Syai’ far’un ‘An Tashuwwurihi” (Penilaian hukum terhadap suatu masalah berangkat dari gambaran tentang sesuatu tersebut). Hal ini tercermin dari mewabahnya pertukaran atau transaksi barang dan jasa melalui media elektronik, atau yang lebih luas dikenal sebagai electronic commerce (e-commerce). Pesatnya perkembangan e-commerce ini dimungkinkan mengingat perdagangan melalui jaringan komputer menjanjikan efisiensi, baik dari segi waktu dan biaya serta kenyamanan dalam bertransaksi bagi konsumen, dibandingkan dengan pola bertransaksi secara tradisional. Dan secara bisnis, salah satu keuntungan going on-line bisnis adalah potensi untuk menghindari biaya operasional kantor atau outlet dan administrasinya yang diperkirakan setiap transaksi konvensional membutuhkan biaya 12 kali dibanding dengan transaksi di cyberspace (FEER, Mei 2000)
Menurut majalah SWA bahwa sekarang ini telah terbentuk CommerceNet yang merupakan E-commerce terkomplet di Indonesia sehingga makin gampang membuka toko di Internet. Ketimbang repot membuka situs web sendiri, alternatifnya: bergabung dengan satu atau beberapa mal online (MOL) di sini seperti i2Mall, JatimMall, RadioCLick, D-Mal, RistiShop dan Mall2000. Sayangnya, tak seperti MOL kelas dunia YahooStore, Mol lokal umumnya baru sebatas memberikan jasa penempatan di web (web presence atau profiling). Baru sedikit yang memberikan pelayanan web (web presentation) seperti katalog elektronik, keranjang belanja maupun voucher diskon, dan rasanya belum satu pun yang menyediakan layanan otorisasi dan pembayaran online (agaknya baru i2Mall yang tengah serius mengembangkan jenis layanan terakhir).
Karenanya, kehadiran CommerceNet boleh jadi memang ditunggu-tunggu para wirausahawan digital di samping masyarakat konsumen di sini mengingat layanan yang dibidani Divisi Multimedia Telkom dan diresmikan pada Agustus 1999, memberikan fasilitas E-commerce yang tak disediakan para pengelola MOL. Termasuk di dalamnya: presentasi web, commerce transaction processing (order manajemen dan pembayaran online), hingga layanan pasca jual (order tracking, reporting dan smart statement). Maka, dapat dikatakan CommerceNet sebagai The First Indonesia Commerce Service Provider.
Dengan fasilitas tersebut, target pasar utama CommerceNet para merchant langsung (peritel) danmerchant/mall organizer. Kongkretnya, berbagai manfaat bagi para merchant anggotanya adalah: pemrosesan kartu kredit secara aman dan real time, online cataloging, manajemen toko (harga, katalog produk, dan sebagainya), keranjang belanja, kalkulasi pajak dan biaya angkut, serta jasa konsultasi. Walden menyarankan para peritel yang belum memiliki fasilitas E-commerce semacam katalog produk maupun keranjang belanja, agar memanfaatkan fasilitas MOL PlasaCom juga milik Divisi Multimedia Telkom dengan biaya yang relatif rendah, karena tinggal menyewanya dari PlasaCom.
Untuk menjadi anggota CommerceNet, bisa dilakukan secara online, yakni dengan mengisi form On-line Registration yang tersedia meskipun masih dibutuhkan dokumen pendukung seperti fotokopi KTP, NPWP untuk perusahaan dan fotokopi kartu debet dan kartu kredit melalui faks atau kurir. Hingga kini sekitar 20 merchant(baik peritel maupun organizer) yang antre. Di antaranya yang sudah operasional: DRTV/TV Media, OfficeLand, Kompas Webstore, Pyridam, Toko Buku Mizan dan Citadel.
Konon CommerceNet dapat mengatasi kekhawatiran masalah keamanan data dengan meng-enkripsi setiap informasi yang dikirimkan dan diterima baik oleh pembeli, merchant maupun CommerceNet. Sebagaitransactional engine, CommerceNet akan meng-enkripsi informasi transaksi konsumen semacam order digital, voucher digital, dsb dengan menggunakan teknologi Message Authentication Code (MAC). “Untuk pengamanan pelapisnya, CommerceNet tidak melewatkan informasi konsumen ke bank melalui Internet melainkan denganleased line, sehingga pihak yang tak berhak tidak mungkin mengetahuinya. Di samping itu, untuk memperkuat pengamanan disediakan fasilitas Security Checkpoint semacam fasilitas otorisasi berbentuk sepasang pertanyaan dan jawaban yang dibuat pihak pengguna, dapat diubah dan ditambahkan sewaktu-waktu.
Kompas Cyber Media (KCM) tergolong yang paling awal menjadi anggota CommerceNet, yakni sejak Agustus 1999 yang semula masih membutuhkan badan yang menyelenggarakan pembayaran secara online menggunakan kartu kredit karena kebanyakan MOL baru semi online, lantaran proses otorisasi kartu kredit masih dilakukan secara manual oleh merchant. Namun dengan menggunakan layanan CommerceNet pihak KCM tak perlu lagi melakukan otorisasi, sehingga tinggal menerima laporan transaksi dan pembayarannya, lalu mengirim barangnya.
Mizan yang menjadi anggota pada 27 September 1999 yang sebelumnya melihat mall organizer yang ada baru menerapkan konsep MOTO (mail order telephone order), tapi proses otorisasi kartu kredit masih perlu intervensi manusia, namun dengan CommerceNet proses settlement-nya (penyelesaian transaksi) langsung ke rekeningmerchant. Settlement dilakukan keesokan harinya setelah ada konfirmasi pengiriman barang dari merchant. Dengan adanya sistem registrasi bagi pembeli dan tingkat pengamanan yang ketat, kemungkinan fraud bisa diminimalkan. Manfaat lainnya bisa mendapatkan berbagai laporan yang bermanfaat untuk mengetahui perilaku pembeli. Misalnya, buku apa yang dibeli, siapa pelanggan tetap, dan lain-lain. Sehingga, bisa menerapkan strategi pemasaran dan promosi yang tepat.
Namun begitu memang masih terdapat beberapa kekurangan CommerceNet yang dapat diperbaiki sistemnya di kemudian hari di antaranya fasilitasnya kurang fleksibel untuk mengadakan program promosi dan diskon,server-nya relatif lambat dan tak ada sistem konversi otomatis dari US$ ke rupiah (atau sebaliknya), di samping itu kekurangan CommerceNet adalah fee setiap nilai transaksi masih tinggi memberatkan produk-produk yang bermargin tipis, atau yang kompetitif.
Selain itu PT. Astra Otoparts Tbk. (AOP), perusahaan penyedia komponen otomotif dari Grup Astra, yang pertengahan Oktober 1999 juga telah meluncurkan fasilitas E-commerce via internet. Sebagai fasilitas online, AOP Connect dibuat agar para pelanggan AOP di seluruh dunia yang jumlahnya kini 150-an perusahaan bisa mengakses informasi mengenai status dan posisi barang yang dipesan, semacam fasilitas E-commerce B-to-B (business-to-business) yang bersifat realtime. Sejak AOP Connect diresmikan telah diakses sekitar 50 ribu kali dari para pelanggannya di 50-an negara.
Perbedaan paling mendasar layanan AOP Connect dibanding pola konvensional adalah kemudahan pelanggan secara langsung dan seketika memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Pertama; mengenai status barang pesanan, serta berbagai informasi terkait seperti kesiapan barang di pabrik, di gudang, atau sedang dikapalkan. Kedua; informasi rinci mengenai tipe, jumlah yang diproses, yang dikapalkan, dan yang baru diproduksi di bulan mendatang (carry over order), sehingga pelanggan bisa segera tahu berapa jumlah barang yang akan diterima. Ketiga, informasi rinci mengenai nama dan tanggal kedatangan kapal, serta nomor B/L, sehingga memudahkan pihak pelanggan mengontak local agent mempersiapkan kedatangan barang.
Pelanggan aktif, diberikan Customer ID. Apabila melakukan deal pemesanan barang dengan AOP, diberikan pula PFI Number (nomor transaksi/proforma invoice). Dengan memasukkan nomor kode pada situs AOP, maka pelanggan memasuki halaman yang menjelaskan berapa jumlah unit barang yang sedang dalam proses, dan berapa yang dikapalkan (plus tanggal pengapalannya). Dengan meng-klik Detail PFI, pelanggan bisa memeriksa daftar pesanannya (Order list). Sementara itu, kalau tabel Shipping diklik, muncul informasi detail mengenai invoice description, stuffing description, bill of lading, nama kapal, pelabuhan bongkar dan muat (loading port & discharge port), serta perkiraan tanggal keberangkatan/kedatangan kapal sehingga pelanggan dapat memperkirakan kapan waktu tepatnya mengurus barang-barang pesanan di pelabuhan dan tidak perlu menunggu dengan ketidakpastian.
E-Commerce juga dimanfaatkan bisnis untuk reservasi perjalanan lewat internet seperti yang dilakukan PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang lebih efisien dari berbagai segi yang diluncurkan setengah resmi (soft launching), 6 September lalu. Nama sistem reservasi yang digarap sejak Mei 1999 itu MIRA (Merpati Internet Reservation Access). Manfaat jangka panjangnya bagi MNA: bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi pelanggan seperti kelebihan untung yang kini diperoleh agen bisa dikembalikan ke penumpang dalam bentuk hadiah, tiket gratis, atau aneka bentuk gimmick lainnya.
Perkembangan e-commerce juga memasuki sektor industri perbankan, sebab suatu transaksi dalam e-commerce menyangkut berpindahnya dana yang melibatkan pihak konsumen, penjual, pengelola e-commerce, serta lembaga keuangan, khususnya perbankan. Melihat manfaat dan peluang yang dapat diraih melalui penerapan teknologi ini, industri perbankan mulai mengarahkan perhatiannya pada electronic banking (e-banking). Dewasa ini, perangkat yang digunakan secara luas untuk menyalurkan produk dan jasa electronic bankingpoint of sale terminals, automatic teller machines, telephone banking, smart cards, dan personal computers. Dalam perkembangannya, inovasi dalam penggunaan teknologi informasi yang diiringi dengan meningkatnya pemakai personal computer serta adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan transaksi telah membangkitkan inisiatif perbankan nasional menawarkan pelayanan melalui jaringan internet yang dikenal dengan internet banking. Di satu sisi fenomena internet banking bagi nasabah antara lain mencakup memberikan dampak positif, namun di sisi lain produk pelayanan berteknologi ini berpotensi menimbulkan permasalahan operasional bagi bank, antar lain verifikasi atas keakuratan dan keabsahan informasi nasabah ke bank, pemantauan terhadap nasabah, proteksi terhadap teknologi informasi, sistem dan prosedur, internal control dan aspek hukum.
Internet banking menurut Infobank, Edisi 253, Sept. 2000 adalah sebuah konsep layanan perbankan yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas elektronik tanpa harus mendatangi kantor bank. Melalui fasilitas ini, nasabah bank dapat melakukan transaksi yang melibatkan kegiatan perbankan hanya dengan memanfaatkan akses internet. Produk dan jasa internet banking mencakup wholesale product bagi nasabah korporasi sertaretail product bagi nasabah perorangan. Beberapa contoh wholesale product and services adalah cash management, wire transfer, automated clearinghouse (ACH) transactions, bill presentment and payment. Contoh dari retail products and services antara lain balance inquiry, funds transfer, downloading transaction information, bill presentment and payment, loan applications, dan investment activity.
Sejauh ini, terdapat 3 jenis praktek internet banking yang dapat diterapkan perbankan, yaitu informational,communicative, dan transactional, yang masing-masing memiliki tingkat risiko yang berlainan.
Informational merupakan jenis internet banking dengan tingkatan yang paling dasar. Dalam prakteknya, bank menyajikan informasi pemasaran mengenai produk dan jasa melalui stand-alone server, yang dapat dilakukan oleh bank sendiri ataupun menggunakan jasa pihak lain (outsourcing). Risiko yang terkait relatif rendah, karena sistem informasi tidak memiliki jalur antara server dan jaringan internal bank. Namun demikian, server atau web site bersifat cukup rentan terhadap perubahan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Communicative memungkinkan terjadinya beberapa jenis interaksi antara bank dan nasabah. Interaksi dapat dibatasi hanya pada electronic mail, account inquiry, aplikasi kredit, atau pengkinian data (perubahan nama dan alamat). Risiko yang terkait dengan jenis internet banking ini relatif lebih tinggi karena server yang digunakan memiliki jalur ke jaringan internal bank.
Transactional memungkinkan nasabah melakukan transaksi, yang antara lain mencakup akses ke rekening, pembayaran tagihan, pemindahbukuan/transfer dana, dsb. Tersedianya jalur yang menghubungkan server dan jaringan internal bank ataupun jaringan internal pihak yang ditunjuk bank (outsourcer) sehingga risiko yang terkandung menduduki tingkatan tertinggi.
Perkembangan teknologi internet diperkirakan akan mengubah wajah sistem keuangan yang awalnya menempatkan bank sebagai mediator transaksi perdagangan antara para pelaku bisnis (business to business)maupun dengan konsumen perorangan (business to consumer). Seiring dengan globalisasi pemanfaatan teknologi internet di masa mendatang yang memberikan banyak manfaat dan kemudahan, internet portal akan berperan sebagai gateway bagi setiap interaksi bisnis. Fenomena ini menuntut masing-masing pihak, baik pelaku bisnis, konsumen individu, maupun bank membangun kapasitas jaringan on-line
Teknologi internet juga dipandang sebagai sarana yang efisien dalam mendesain, memasarkan serta menjadi saluran distribusi produk dan jasa keuangan dengan biaya yang relatif murah. Efisiensi biaya tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi perbankan untuk mengembangkan usahanya dengan menciptakan layanan internet banking. Di negara-negara maju, produk ini memperoleh respon yang positif dari para nasabah bank, karena memberikan kemudahan-kemudahan (conveniences) dalam bertransaksi (transaksi dapat dilakukan setiap waktu dan dari tempat manapun).
Di antara keunggulan layanan Internet banking dari aspek perbankan, setidak-tidaknya terdapat beberapa faktor pendorong (driving force) bagi bank untuk menawarkan layanan perbankan melalui internet. Faktor-faktor tersebut antara lain: persaingan, efisiensi biaya investasi, jangkauan geografis, branding untuk membangun loyalitas nasabah (customer loyalty), opsi bagi nasabah lebih leluasa. Namun begitu tentunya kemajuan teknologi perbankan ini pun mengandung potensi resiko seperti Operational risk yang dapat dipicu oleh beberapa hal, antara lain kurang memadainya sistem pengamanan (security system), desain dan atau implementasi sistem yang kurang tepat, dan penyalahgunaan sistem oleh nasabah.
Bila dilihat dari sistemnya serta prinsip operasionalnya, maka E-commerce atau E-business menurut kacamata fiqih kontemporer sebenarnya merupakan alat, media, metode teknis ataupun sarana (wasilah) yang dalam kaidah syariah bersifat fleksibel, dinamis dan variabel. Hal ini termasuk dalam kategori umuriddunya (persoalan teknis keduniawian) yang Rasulullah pasrahkan sepenuhnya selama dalam koridor syariah kepada umat Islam untuk menguasai dan memanfaatkannya demi kemakmuran bersama. Namun dalam hal ini ada yang tidak boleh berubah atau bersifat konstan dan prinsipil yakni prinsip-prinsip syariah dalam muamalah tersebut di atas yang tidak boleh dilanggar dalam mengikuti perkembangan. Menurut kaidah fiqih sebagaimana dikemukakan Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (IV/199) bahwa prinsip dasar dalam transaksi muamalah dan persyaratannya yang terkait dengannya adalah boleh selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan dalil (nash) syariah.
Oleh karena itu hukum transaksi dengan menggunakan media E-commerce adalah boleh berdasarkan prinsipmashlahah karena kebutuhan manusia akan kemajuan teknologi ini dengan berusaha memperbaiki dan menghindari kelemahan dan penyimpangan teknis maupun syariah sebab tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme yang dibuat manusia tidak luput dari kelemahan dan selama masih relatif aman dan didukung oleh upaya-upaya pengaman hal itu dapat ditolerir. (berdasarkan prinsip toleransi syariah dalam muamalah dan kaidah fiqih: Adh-Dhararu Yuzal/Mudarat harus dihilangkan)
Mengenai teknis operasionalnya dikembalikan kepada kelaziman, tradisi, prosedur dan sistem (‘urf) yang konvensinya berlaku termasuk dalam implementasi ijab dan qabul dalam jual-beli, serta tidak harus dilakukan dengan mengucapkan kata atau bertemu fisik, tetapi bersifat fleksibel dengan meng-klik atau meng-enter pilihan tertentu pada cyberspace yang kemudian dilakukan penyelesaian pembayaran dengan cara dan media teknologi apapun dapat dianggap sah selama memenuhi kriteria dan persyaratan syariah dalam transaksi untuk selanjutnya masing-masing pihak komitmen untuk memenuhi kewajibannya masing-masing sesuai kesepakatan (QS.An-Maidah:1). Nabi bersabda: “Orang Islam itu wajib memenuhi komitmen kesepakatan mereka kecuali kesepakatan atau perjanjian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi) Wallahu A‘lam Wa Billahit Taufiq wal Hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous