Kamis, 15 Juli 2010

ISLAM BUKAN TRADISI ARAB

Banyak di kalangan orang-orang yang benci kepada Islam mengatakan bahwa Islam adalah agamanya orang ‘Arab atau tradi- sinya orang ‘Arab. Anggapan mereka didasari bahwa Islam datang dari tanah ‘Arab, kitab sucinya berbahasa ‘Arab, bahkan kebanya-kan ritualnya pun berbahasa ‘Arab. Dengan berlandaskan ini, seba-gian dari mereka menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada ajaran animisme dan dinamisme yang mereka sebut dengan keja-wen yang dianggap sebagai agama asli orang tanah jawa.

Sesungguhnya agama Islam bukanlah tradisi bangsa ‘Arab, namun Islam adalah agama yang universal untuk seluruh penduduk bumi, sebagaimana firman Alloh ta’ala :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Tidaklah Kami mengutusmu kecuali kepada seluruh manusia seba gai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, akan tetapi ke-banyakan manusia tidak mengetahui.” ( Qs. Saba’ : 28 )

Rosululloh r bersabda :

بُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّة

“Aku diutus kepada manusia seluruhnya.”

( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )

Oleh karena itu Rosululloh r sering disebut oleh orang-orang kafir Quraisy sebagai penentang tradisi nenek moyang, sebagaimana di-sebutkan kisahnya dalam Al-Qur’an :

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ

“Sesungguhnya bila dikatakan kepada mereka : ” Tidak ada yang berhak disembah selain Alloh “, mereka menyombongkan diri dan berkata : “Apakah kita mesti meninggalkan sesembahan nenek mo-yang kita hanya karena seorang penya’ir yang gila ?”

( Qs. Ash-Shoffat : 35 – 36 )

Hal ini karena dalam tradisi ‘Arab yang berlaku ketika itu adalah tradisi penyembahan kepada berhala. Itulah tradisi paganisme atau berhalaisme yang kemudian dihapus oleh Islam.

Selain itu dalam tradisi mereka juga mengenal hewan-hewan ba-hiroh, saaibah, washiilah dan ham, sebagaimana firman Alloh :

مَا جَعَلَ اللّهُ مِن بَحِيرَةٍ وَلاَ سَآئِبَةٍ وَلاَ وَصِيلَةٍ وَلاَ حَامٍ وَلَـكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ

“Alloh sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir mem- buat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak berfikir.” ( Qs. Al-Maidah : 103 )

Bahiroh yaitu unta betina yang telah beranak 5x dan anak kelima-nya jantan, lalu unta betinanya dibelah telinganya dan dilepaskan, tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil air susunya.

Saaibah yaitu unta betina yang dilepaskan karena suatu nadzar.

Washiilah yaitu seekor domba betina yang melahirkan anak kem-bar jantan dan betina, maka anak yang jantan disebut washiilah, ti-dak boleh disembelih dan diserahkan kepada berhala.

Haam yaitu unta jantan yang tidak boleh diganggu karena telah membuntingi unta betina sebanyak 10x.

Tradisi bangsa ‘Arab semacam itu juga dihapus oleh agama Islam.

Tradisi bangsa ‘Arab lainnya yaitu tradisi bersumpah dan mengundi nasib dengan anak panah, yaitu mereka biasa meminta pertimbangan kepada berhala-berhalanya bila hendak melaksana-kan suatu hajat atau keperluan. Setelah bersumpah dan memberi-kan persembahan qurban kepada berhala mereka pun mengundi be berapa anak panah yang terdapat tulisan di sana. Lalu mereka me-nyandarkan keputusannya dengan hasil undian tersebut. Tradisi se-macam ini diingkari dan dilenyapkan oleh Islam, sebagaimana fir-man Alloh ta’ala :

وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأَزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ

“Dan mereka bersumpah dengan anak panah, yang demikian itu adalah ke-fasiq-an.” ( Qs. Al-Maidah : 3 )

Dalam ritual hajinya, mereka memiliki tradisi yaitu tidak wuquf di ‘Arofah, namun di Muzdalifah. Demikian pula ketika me-reka berhaji mereka tidak mau masuk ke rumah-rumahnya yang ada di Mekkah melalui pintu-pintu yang ada, namun malah menca-ri jalan masuk yang tidak lazim. Ini pun di antara tradisi yang diha-pus oleh Islam, sebagaimana firman Alloh ta’ala :

ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ( yaitu ‘Arofah ) dan mohonlah ampun kepada Alloh; se-sungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

( Qs. Al-Baqoroh : 199 )

وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا

“Bukanlah kebajikan bila memasuki rumah dari arah belakangnya, tetapi kebajikan adalah orang yang bertaqwa, dan masuklah rumah dari pintu-pintunya !” ( Qs. Al-Baqoroh : 189 )

Di antara tradisi bangsa ‘Arab ketika itu yaitu melakukan sholat dengan tepukan dan siulan, sebagaimana firman Alloh :

وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ

“Sembahyang mereka di sekitar Baitulloh itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan keka firanmu itu !” ( Qs. Al-Anfal : 35 )

Bahkan ada yang thowaf dengan keadaan telanjang, dengan alasan pakaian yang mereka kenakan adalah biasa untuk melakukan dosa sehingga mereka ingin beribadah tanpa mengenakannya. Semua itu adalah tradisi bangsa ‘Arab yang kemudian dihapus oleh Islam.

Demikian pula tradisi sebagian suku ‘Arab yang membunuh dengan mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, karena mereka merasa malu bila memiliki anak perempuan. Ini juga tradi-si yang ditentang dan kemudian dilenyapkan oleh Islam.

Dan berbagai tradisi bangsa ‘Arab yang lain yang kemudian dihapus oleh kedatangan Islam. Sehingga agama Islam bukanlah tradisi bangsa ‘Arab sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kala-ngan. Seandainya Islam memang tradisi ‘Arab pasti Islam masih melegalkan berbagai tradisi yang sebagiannya telah kami sebutkan di atas. Oleh karena itu ketika Abu Tholib sedang mendekati ajal-nya, Rosul datang menemuinya dan mengajaknya masuk Islam, na mun para pembesar Quraisy seperti Abu Jahal dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata kepada Abu Tholib :

يَا أَبَا طَالِبٍ تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ

“Hai Abu Tholib, apakah kamu benci dengan agamanya ‘Abdul-Muthollib ?!” ( HR. Al-Bukhori dan Muslim )

Karena provokasi dari Abu Jahal dan ‘Abdullah bin ‘Umayyah akhirnya Abu Tholib berkata kepada Rosululloh r :

لَوْلا أَنْ تُعَيِّرَنِي قُرَيْشٌ يَقُولُونَ إِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ الْجَزَعُ لأَقْرَرْتُ بِهَا عَيْنَكَ

“Seandainya tidak karena bangsa Quraisy akan mencelaku dengan mengatakan : “Yang membawanya kepada hal itu adalah kegelisa-han hatinya”, pasti aku telah mengikrarkannya di hadapanmu.”

( HR. Muslim )

Ada pun Al-Qur’an berbahasa ‘Arab adalah karena Al-Qur-’an adalah kitab yang paling sempurna maka mesti menggunakan bahasa yang paling sempurna yaitu bahasa ‘Arab. Karena bahasa ‘Arab adalah bahasa yang fonemis, di mana perbedaan panjang dan pendeknya bacaan akan mempengaruhi makna. Bila demikian ma-ka akan semakin menguatkan keaslian Al-Qur’an karena sejak dari awal turun hingga sekarang tidak mengalami perubahan apa pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous