Kamis, 15 Juli 2010

NABI NUH JUGA MANUSIA

Banjir bandang pada masa Nabi Nuh  benar-benar menenggelam kan seluruh permukaan bumi dan menewaskan seluruh orang kafir yang ada di muka bumi, sebagaimana ini adalah permohonan Nabi Nuh  yang me-rupakan jawaban atas tantangan kaumnya.
وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لا تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا
إِنَّكَ إِن تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلا يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di anta ra orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi, sesungguhnya jika Engkau membiarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-ham- ba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.” ( Qs. Nuh : 26 – 27 )
Dalam do’a Nabi Nuh  ini terkandung hikmah, yaitu orang-orang kafir akan terus berupaya tanpa lelah untuk menyesatkan orang-orang yang beri-man, sebagaimana firman Alloh ta’ala :
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Alloh itulah petunjuk ( yang benar )”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti ke-mauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” ( Qs. Al-Baqoroh : 120 )

Dan berdasarkan hal ini maka jumhur ‘ulama Ahlus-Sunnah menetapkan bahwa anak-anak orang kafir yang mati ketika masih kecil tidak secara oto-matis menjadi ahli syurga, karena keumuman yang terjadi adalah mereka bila dewasa akan mengikuti agama kedua orang tuanya. Keadaannya berbeda de-ngan anak-anak kaum muslimin yang mati ketika masih kecil, maka mereka dijamin otomatis menjadi ahli syurga. Adapun anak-anak orang kafir yang mati ketika maih kecil termasuk dari kalangan mereka yang harus mengalami ujian di akhirat, berdasarkan riwayat dari Al-Bazzar dan Ath-Thobroni, dan pendapat ini dikuatkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi dalam Al-I’tiqod.
Dengan demikian hanya Nuh  dan orang-orang yang beriman yang bersamanya di atas bahtera saja yang Alloh selamatkan dari banjir ban-dang yang maha dahsyat dan juga dari keingkaran kaumnya. Dan ini adalah sebuah anugerah yang wajib disyukuri, sebagaimana firman Alloh ta’ala :
فَإِذَا اسْتَوَيْتَ أَنتَ وَمَن مَّعَكَ عَلَى الْفُلْكِ فَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahte- ra itu, maka ucapkanlah : “Segala puji bagi Alloh yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.” ( Qs. Al-Mu’minun : 28 )
Karena dengan adanya syukur, niscaya Alloh akan limpahkan kebaikan yang lebih banyak lagi. Setelah mengucapkan kalimat syukur, mereka pun diperin-tahkan untuk mengucapkan kalimat do’a :
وَقُل رَّبِّ أَنزِلْنِي مُنزَلاً مُّبَارَكًا وَأَنتَ خَيْرُ الْمُنزِلِينَ
“Dan berdo’alah : “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diber- kati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat.”
( Qs. Al-Mu’minun : 29 )
Perintah mengucapkan do’a ini karena mereka tidak mungkin selamanya ber ada di atas kapal, namun mereka membutuhkan tempat berlabuh dan berke-hidupan sebagaimana mestinya. Dan pada ayat-ayat ini terkandung pelajaran bahwa semestinya do’a itu di dahului dengan kalimat syukur.
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ وَيَا سَمَاء أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاء وَقُضِيَ الأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْداً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan difirmankan : “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit ( hujan ) ber-hentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zhalim .” ( Qs. Hud : 44 )
Akhirnya dikabulkanlah do’a Nabi Nuh  dan telah dituntaskan urusannya yaitu adzab yang didustakan oleh kaumnya yang zhalim. Bumi pun kembali ke keadaan semula.
Tetapi Nuh  masih teringat dengan anaknya yang ikut tewas tenggelam.
وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesung-guhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.”( Qs. Hud : 45 )
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang nabi adalah manusia biasa yang pasti memiliki rasa kasih sayang kepada anak-anaknya. Namun Yam anak Nabi Nuh  telah durhaka kepada Alloh sehingga Alloh pun menenggelamkan- nya. Terhadap pengaduan Nabi Nuh ini, Alloh berfirman :
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ
فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Alloh berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluarga mu, sesungguhnya perbuatannya yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui ilmunya. Sesung guhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh.” ( Qs. Hud : 46 )
Jawaban ini menunjukkan bahwa keluarga nabi yang durhaka kepada Alloh maka di sisi Alloh tidak terhitung sebagai keluarga nabi bersangkutan. Dan seorang nabi tidak boleh mendo’akan ampunan kepada anggota keluarganya yang kafir, sebagaimana Nabi Muhammad  pun dilarang orang Alloh me-mohonkan ampunan untuk ayah dan ibunya yang mati dalam keadaan kafir. Perbuatan memohon ampunan untuk orang kafir adalah termasuk perbua-tan bodoh, karena orang yang telah pasti kekafirannya tidak akan diampuni dan akan kekalselama-lamanya dalam neraka.
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَ إِلاَّ تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي
أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ
“Nuh berkata : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui ilmunya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan ( tidak ) mena- ruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” ( Qs. Hud : 47 )
Demikianlah, akhirnya Nabi Nuh  menyadari kekeliruannya karena iba dengan Yam yang masih terhitung sebagai anaknya. Kejadian ini juga menun jukkan bahwa seorang nabi adalah manusia biasa yang mungkin saja melaku-kan kekeliruan kecil karena ketidaksengajaannya. Namun kekeliruan seorang nabi walau pun kecil pasti mendapat teguran langsung dari Alloh ta’ala. Ini-lah makna ma’shum atau terjaganya para nabi dari kesalahan, yaitu mereka bi-la melakukan satu saja kekeliruan yang kecil, pasti langsung turun teguran, yang ini menjadikan mereka segera menyadarinya dan memohon ampunan kepada Alloh ta’ala. Dan kekeliruan para nabi ini memang suatu ketentuan dari Alloh agar dapat dipetik sebagai pelajaran oleh umat manusia. Walau-pun begitu, para nabi tidak pernah melakukan dosa-dosa yang disengaja, baik dosa kecil maupun dosa besar.
Dan dalam kisah ini terdapat bantahan terhadap orang-orang Syi’ah atau Rofidhoh yang meyakini kesucian keturunan Nabi  dari puteri beliau Fathimah Az-Zahroh, dan juga bantahan terhadap sebagian thoreqot yang meyakini kesucian para habib yang mereka klaim sebagai ahli bait atau ke- luarga Rosululloh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous