Banyak mush-musuh Islam yang menyerang Islam dengan melontarkan fitnahan kepada Nabi Muhammad saw yang mereka tuduh sebagai pedofilia, karena menikahi ‘Aisyah ra saat belum baligh, yaitu pada usia 6 tahun. Kemudian dikait-kaitkan dengan peristiwa Syekh Pujiono yang menikahi Ulfa diusia 13 tahun. Yang memang sangat mengherankan, justru banyak orang Islam yang ikut larut dalam polemik ini, padahal inilah yang dikehendaki oleh musuh-musuh Islam, yakni menjatuhkan reputasi Nabi saw dan orang-orang yang dianggap ahli agama di mata para pemeluk Islam sendiri, untuk selanjutnya menyerang jantung agama ini, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka pada kesempatan kali ini, kami sengaja mengangkat tema ini dalam rangka meluruskan pemahaman seputar ini agar tidak ada celah lagi bagi orang-orang kafir dalam mencela agama yang mulia ini. Supaya lebih jelas duduk permasalahannya, terlebih dahulu kita mesti mengetahui arti dari pedofilia. Kata Pedofilia berasal dari bahasa Yunani : paidophilia, pais berarti : “anak-anak” dan philia berarti “cinta, persahabatan”, sehingga pedofilia adalah kondisi orang yang mempunyai ketertarikan atau hasrat seksual terhadap anak-anak yang belum memasuki masa remaja. Departemen Kesehatan RI memberikan definisi singkat tentang Pedofilia, yaitu : dorongan seksual yang kuat dan berulang-ulang terdapat anak-anak. Dan berbagai definisi lainnya yang intinya sama. Sekarang mari kita perhatikan kisah pernikahan Rosululloh saw de-ngan ‘Aisyah ra lalu kita ukur dengan definisi tersebut di atas : Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dengan sanad yang hasan bahwasannya Khoulah binti Hakim menanyakan kepada Rosululloh saw sepeninggal Khodijah ra : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلا تَزَوَّجُ قَالَ مَنْ قَالَتْ إِنْ شِئْتَ بِكْرًا وَإِنْ شِئْتَ ثَيِّبًا قَالَ فَمَنْ الْبِكْرُ قَالَتْ ابْنَةُ أَحَبِّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْكَ عَائِشَةُ بِنْتُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ وَمَنْ الثَّيِّبُ قَالَتْ سَوْدَةُ ابْنَةُ زَمْعَةَ قَدْ آمَنَتْ بِكَ وَاتَّبَعَتْكَ عَلَى مَا تَقُولُ “Wahai Rosululloh, tidakkah engkau menikah ?” Rosul menjawab : “Dengan siapa ?” Kholah menjawab : “Terserah engkau, mau gadis atau janda ?” Rosul bertanya : “Siapa yang gadis ?” Khoulah menjawab : “Puteri hamba Alloh yang paling kamu cintai, yaitu ‘Aisyah puteri Abu Bakar.” Rosul bertanya lagi : “Siapa yang janda ?” Kholah menjawab : “Saudah binti Zam’ah, sesungguhnya dia telah beriman kepadamu dan mengikuti semua apa yang engkau sabdakan.” Dari kisah ini jelas sekali bahwa Rosululloh saw hanya sekedar ditawari, bukan keinginan pribadi beliau. Itu pun baru beliau penuhi setelah mendapatkan wahyu berupa mimpi berkenaan dengan itu. Peristiwa pernikahan Rosululloh saw dengan ‘Aisyah pun baru terjadi setelah terlebih dahulu beliau menikah dengan Saudah binti Zam’ah. Ini menunjukkan bahwa beliau bukan pedofil sebagaimana tuduhan musuh-musuh Islam. Memang pernikahan Rosululloh saw dengan ‘Aisyah ra terjadi pada saat ‘Aisyah berusia 6 tahun. Tetapi perlu diketahui bahwa Rosululloh saw belum melakukan apa pun, bahkan belum tinggal seatap dengan ‘Aisyah sampai ‘Aisyah beranjak dewasa. Kedewasaan dalam pengertian agama adalah ketika seorang wanita telah datang haidh. Tingkat kedewasaan tiap-tiap wanita berbeda-beda. Ada yang 9 tahun sudah kedatangan haidh, tetapi ada yang 16 tahun baru mengalami haidh. Dan ‘Aisyah ra mengalami haidh ketika berusia 9 tahun. Maka pada usia 9 tahun ‘Aisyah diserahkan oleh pihak keluarga kepada Rosululloh saw . Ini menunjukkan bahwa Rosululloh saw bukan pedofil seperti yang disangkakan oleh musuh-musuh Islam. Seandainya Rosululloh saw seorang pedofil, tidak mungkin Ro-sululloh saw mau menunggu selama 3 tahun, padahal ‘Aisyah sudah resmi menjadi isterinya. Secara hukum formal sebenarnya tidak berdosa seorang suami melakukan hubungan seksual dengan isterinya sendiri. Tetapi mengingat ‘Aisyah belum baligh, maka beliau menunda untuk melakukannya hingga ‘Aisyah beranjak dewasa. Ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak faham tentang Islam, yakni : “Kenapa Rosululloh saw mau menikahi ‘Aisyah saat usianya baru 6 tahun ?” Jawabnya adalah banyak pesan yang hendak Rosululloh saw sampaikan dalam peristiwa tersebut. Di antaranya : 1. Tanggung jawab sebuah rumah tangga ada di pundak suami, karena mereka adalah kepala rumah tangga. Sehingga seorang wanita diperbolehkan menikah meski belum baligh, tetapi laki-laki tidak diperbolehkan menikah kecuali setelah baligh, sebagaimana sabda Rosululloh saw : يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ “Hai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu melakukan hubungan seksual, hendaklah dia menikah !” ( HR. Al-Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan Ahmad ) 2. Peringatan bagi orang tua atau wali yang menikahkan anak gadisnya, bahwa pernyataan “ijab” yang mereka katakan berarti penyerahan tanggung jawab atas anak perempuannya kepada laki-laki yang menjadi suami anak gadisnya. Kalau sampai salah dalam memilih menantu bisa berakibat derita berkepanjangan bagi anak gadisnya. 3. Peringatan bagi para orang tua atau wali bahwasannya mereka harus menjaga anak gadisnya walaupun terhitung belum baligh, karena meskipun belum baligh, sudah bisa dinikahi. Sehingga jangan sampai membiarkan anak-anak gadisnya bermain-main sendirian dengan seorang laki-laki yang sudah faham akan aurat wanita mes kipun terhitung usianya masih muda atau pun sudah tua. 4. Larangan melakukan hubungan seks dengan gadis yang belum baligh / dewasa meskipun sudah menjadi isterinya, walaupun hubungan seks yang ringan, seperti sekedar bercumbu. Karena Rosulul loh saw tidak pernah melakukannya sampai ‘Aisyah dinyatakan baligh / dewasa. Di samping itu ada hikmah lain dari pernikahan Rosululloh saw dengan ‘Ai syah ra , yaitu upaya pengkaderan Rosululloh saw terhadap ‘Aisyah sehingga mampu menyampaikan ilmu dari beliau kepada kaum muslimin. Hal ini mengingat bahwa mempelajari ilmu di saat usia muda bagaikan mengukir di atas batu, sementara mempelajari ilmu di usia tua bagaikan melukis di atas air. Oleh karena itu ‘Aisyah ra termasuk perowi hadits terbanyak setelah Abu Huroiroh ra , bahkan perowi wanita terbanyak di bandingkan isteri-isteri Nabi saw yang lain maupun para shahabat wanita yang lain. Terutama hadits-hadits yang terkait dengan keseharian Rosululloh saw di dalam rumah. Dari semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Alloh swt tidak pernah menyuruh atau pun membolehkan Rosululloh saw melakukan tindakan pedofilia. Sekali pun terjadi pernikahan antara Rosululloh saw dengan ‘Aisyah ketika ‘Aisyah baru berusia 6 tahun, tetapi Rosululloh saw tidak pernah melakukan sedikit pun tindakan pedofilia. Bahkan pada peristiwa tersebut mengajarkan kepada kita tentang banyak perkara penting dan memuat berbagai hikmah yang seandainya orang mau berfikir sehat tentu akan mengakuinya dan tidak akan melontarkan tuduhan dusta kepada beliau. Karena ciri yang mana pun dari ciri-ciri pedofilia tidak akan di dapati pada diri Rosululloh saw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri komentar sebagai Anonymous